Ritual “Nungsung Suryo” di Bukit Moyeng

Aksi Budaya Seniman Yogya

 

Forumterkininews.id, YOGYAKARTA – Jika puluhan seniman berhajat, hasilnya adalah sebuah karya  budaya yang luar biasa. Hal itu terjadi di puncak Bukit Moyeng Menoreh, Kulonprogo, Yogyakarta, 12 – 13 September 2023.

Tak kurang dari 20 seniman lukis, tari, teater, musik Jawa, dan penggiat yoga menggelar rangkaian acara Saparan Rebo Pungkasan (Rabu terakhir di bulan Sapar). Kebetulan, tak jauh dari tempat itu juga digelar ritual ngguyang jaran kepang (memandikan kuda lumping) di aliran Sungai Bendung Kayangan.

Hajat seni budaya tadi diberi tajuk Nungsung Suryo (menyongsong matahari). Alhasil, sebelum matahari menyembul dari ufuk timur, pukul 05.00 mereka sudah ada di lokasi Bukit Moyeng Menoreh yang sejuk.

Sebelum beraksi, para seniman ikut “Dhahar Kembul Bujana”, sebuah tradisi makan “tumpeng” bersama dengan pelayanan istimewa. Bayangkan, sebuah breakfast ala seniman yang menarik.

Tampak hidangan nasi tumpeng dan ingkung (ayam jawa yang dimasak utuh) di Puncak Mustikaning Moyeng. Para seniman yang dikomandani Godod Sutejo langsung menuju puncak bukit Moyeng. Tanpa banyak bicara, mereka langsung beraksi sesuai keahliannya.

Kuncung penari tradisional berimprovisasi mengikuti alunan irama siter. (foto: rakhmat s)

Pemain siter melantunkan irama magis. Sosok penari meliuk-liukkan tubuh mengikuti bunyi getaran senar siter yang makin jarang terdengar. Sastrawan Syamsu Setiaji membacakan geguritan dengan penuh penghayatan. Para pelukis dari kabupaten Kulonprogo dan Yogyakarta mulai mencari posisi strategis sambil menenteng kanvas. Sementara belasan penggiat Yoga duduk bersila menghadap matahari yang baru muncul dari garis horizon.

Ritual seni budaya yang diselenggarakan tiap Rabu-pungkasan di bulan Sapar ini berlangsung hingga pukul 09.00. Setelah itu mereka mengikuti sarasehan “Pengembangan Budaya Desa” dengan narasumber Niken Probo Laras dan Godod Sutejo. Sarasehan yang digelar di Pondok Moyeng milik Priyo Mustiko ini dihadiri Ketua RT, Dukuh, Kelurahan, hingga Camat. Terjadi dialog cukup padat, mampu membakar semangat warga Moyeng dan sekitarnya.

BACA JUGA:   Kolaborasi dengan Iann Dior, TXT Puncaki iTunes Dunia

Niken Probo Laras yang pernah menjabat Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulonprogo menekankan pentingnya “Tiga A” dalam mengelola desa wisata. Tiga A adalah singkatan dari Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas. Menurutnya, obyek wisata harus mampu menyuguhkan atraksi-atraksi yang menarik wisatawan. Semua event perlu dikemas dengan baik sehingga menyenangkan penonton. Selanjutnya, akses menuju lokasi diusahakan mudah dan nyaman. Dan yang tak kalah pentingnya adalah Amenitas, ketersediaan fasilitas seperti warung makan, ATM, dan sebagainya.

Pembicara sarasehan Niken Probo Siwi dan Godod Sutejo, dipandu oleh moderator Dian SP. (foto: rakhmat s)

Peserta sarasehan Rakhmat Supriyono menambahkan, selain “Tiga A” yang disampaikan Niken, masih perlu upaya-upaya publikasi yang bisa menjangkau publik seluas-luasnya. Menurut Rakhmat, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi event-event budaya yang ada di daerah Moyeng. Tetapkan agenda acara tahunan. Selanjutnya adalah branding dan membuat narasi yang persuasive supaya masyarakat tertarik.

Ia menambahkan, tak kalah pentingnya adalah rambu-rambu arah menuju lokasi yang dapat terbaca jelas. Untuk amenity, menurut Rakhmat yang paling utama adalah ketersediaan MCK, air, dan sumber listrik yang tampaknya tidak mudah diadakan di bukit Moyeng. Acara Nungsung Suryo ini mendapat dukungan sepenuhnya dari tokoh budayawan dan pelaku seni tradisional Priyo Mustiko.

Pelukis Godod Sutejo mengekspresikan puncak bukit Moyeng yang masih natural. (foto: rakhmat s)

Godod Sutejo dalam paparannya menekankan, perlunya inovasi dan kreativitas warga dalam menyajikan acara-acara kesenian tradisional. Di daerah Moyeng banyak mitos menarik yang bisa dikemas menjadi tontonan. “Jangan meniru pertunjukan yang sudah dilakukan di daerah lain,” tegasnya.

Godod sudah membuktikan satu ritual memandikan kuda lumping di sungai Bendung Kayangan. Semula upacara tradisional ini tidak banyak ditonton. Berkat terobosan Godod, bekerja sama dengan wartawan, seniman, budayawan, dan tokoh-tokoh masyarakat, kini upacara “Ngguyang Jaran Kepang” ini menjadi atraksi yang banyak mendatangkan penonton. (Rakhmat S)

Beberapa pelukis penuh kegembiraan melukis on the spot. (foto: rakhmat s)
Teguh Paino dan pelukis-pelukis Kulonprogo. (foto: rakhmat s)

Artikel Terkait