Selama Kampanye Pemilu 2024, Ujaran Kebencian di Medsos Meningkat

FTNews – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerja sama dengan Monash University, Indonesia lakukan penelitian. Mereka meneliti tentang ujaran kebencian di media sosial selama masa kampanye.

Menggunakan bantuan artificial intelligence (AI),  AJI dan Monash University meluncurkan visualisasi data hingga menjelang Pemilihan Umum 2024, 12 Februari 2024. Dashboard ini berfungsi untuk mengenali tren, ujaran kebencian, dan keputusan untuk mencegah konflik.

Dashboard ini dapat melacak ujaran kebencian secara real time di beberapa media sosial. Media sosial yang mereka gunakan adalah X, Facebook, Instagram, dan artikel berita online.

Melansir dari AJI, penelitian ini mulai sejak 1 September 2023 hingga Januari 2024. Berdasarkan penelitian, ujaran kebencian paling banyak terjadi di media sosial X dengan 51,2 persen dan Facebook dengan 45,15 persen.

Ilustrasi ujaran kebencian di media sosial. Foto: canva

“Jumlah ujaran kebencian tertinggi terjadi dua hari setelah debat calon presiden pada 7 Januari 2024 yang bertema ‘Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik,” ujar Ika Idris, peneliti dari Monash University.

Selain itu, mereka menggunakan 67 kata kunci untuk memantau percakapan yang berkaitan dengan pemilu. Selain itu, mereka menggunakan tujuh kelompok minoritas seperti Kristen, Katolik, Syiah, Ahmadiyah, Tionghoa, LGBTQ, dan penyandang disabilitas.

Penelitian ini mengategorikan ujaran ke dalam enam kategori. Kategori tersebut adalah serangan terhadap identitas, hinaan, ancaman/hasutan, kata-kata kotor, seksual/vulgar, dan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, kategori yang terbanyak adalah ujaran kebencian yang hampir mencapai 124 ribu pesan yang lalu diikuti dengan hinaan dengan 104 ribu pesan.

Sementara itu, kelompok Yahudi muncul menjadi target utama bagi masyarakat Indonesia dengan 90.911 pesan. Selain itu, terdapat kelompok disabilitas dengan 46 ribu pesan, Tionghoa dengan 9 ribu pesan, LGBTQ dengan 7 ribu teks.

BACA JUGA:   Uji Penerbangan Starship ke-4 Berujung Sukses Besar!

“Masalahnya, sejumlah media massa mengamplifikasi narasi kebencian yang diproduksi pasukan siber di media sosial tanpa kontrol yang ketat,” ungkap Ika.

Artikel Terkait