Soroti Tenggelamnya KMP Tanu Pratama, Rofik Hananto: Indikasi Gagalnya Pengawasan Pelayaran Nasional

Daerah

Minggu, 06 Juli 2025 | 23:23 WIB
Soroti Tenggelamnya KMP Tanu Pratama, Rofik Hananto: Indikasi Gagalnya Pengawasan Pelayaran Nasional
Satu korban tenggelamnya KMP Tanu Pratama ditemukan,Sabtu (5/7/2025)/Foto: Instagram SAR

Pencarian puluhan korban tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya masih berlangsung. Data sementara masih 29 orang korban belum ditemukan, sedang 30 orang dinyatakan selamat dan 6 orang tewas, satu orang tewas ditemukan Sabtu (6/7), laki-laki.

rb-1

KMP Tunu Pratama/Foto: Instagram SARKMP Tunu Pratama/Foto: Instagram SAR

Dan yang kerap terjadi di Indonesia, khususnya dalam kecelakaan kapal, manifes kerap berbeda dengan yang sebenarnya. KMP Tunu Pratama Jaya pun demikian. Awalnya disebut manifes adalah 65 orang, yakni penumpang 53 orang, crew 12 orang. Namun, konon, ada sejumlah penumpang yang tidak tercatat di manifest.

rb-3

Tragedi ini terjadi pada Kamis (3/7/2025) dini hari. Sempat ada komunikasi crew yang minta tolong pada lewat tengah malam, pukul 00.00 WITA sebelum kapal itu mengalami black out, terbalik dan hanyut.

Kegagalan Sistem Pengawasan Keselamatan Pelayanan Nasional

Anggota Komisi V DPR RI, Rofik Hananto. Foto: dok DPR RI/velAnggota Komisi V DPR RI, Rofik Hananto. Foto: dok DPR RI/vel

Anggota Komisi V DPR RI, Rofik Hananto menyatakan, tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, tidak hanya merupakan bencana transportasi laut biasa, melainkan sebuah indikasi nyata dari kegagalan sistem pengawasan keselamatan pelayaran nasional.

"Tragedi berlangsung sangat cepat, dan nyaris tanpa prosedur keselamatan yang layak. Tidak ada pengarahan keselamatan (safety induction), tidak ada penjelasan mengenai lokasi jaket pelampung, jalur evakuasi darurat, atau sekoci. Sebagian besar korban selamat hanya karena menemukan jaket pelampung yang tercecer di dek kapal," tegas Rofik, Minggu (6/7/2025), dilansir laman resmi DPR RI.

Hal tersebut, menurutnya, jelas melanggar Pasal 117 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang masih berlaku meski sudah mengalami sebagian revisi melalui UU No. 66 Tahun 2024. Keselamatan adalah harga mati dalam setiap angkutan penyeberangan.

Korban tak Tercatat dalam Manifes, Pelanggaran Serius

Foto: Instagram SARFoto: Instagram SAR

Belum lagi ada sejumlah fakta, lanjut Rofik, dimana ada sejumlah korban tidak tercatat dalam manifes resmi penumpang. Hal tersebut merupakan pelanggaran serius, karena tidak hanya mempersulit proses identifikasi dan evakuasi, namun juga menyiratkan adanya kelebihan muatan serta ketidakpatuhan pada regulasi pencatatan.

“Ini adalah pelanggaran mutlak terhadap Pasal 137 UU No. 17 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa hanya penumpang yang terdaftar dalam manifes yang sah untuk diangkut. Jika penumpang tidak terdaftar, dan terjadi kecelakaan, maka operator wajib bertanggung jawab secara hukum dan memberikan ganti rugi,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Kasus KMP Yunicee 2021

Satu korban KMP Tunu Pratama ditemukan, Sabtu (6/7)/Foto: Instagram SARSatu korban KMP Tunu Pratama ditemukan, Sabtu (6/7)/Foto: Instagram SAR

Kejadian seperti yang menimpa KMP Tunu Pratama Jaya ini sejatinya bukan yang pertama kali. Peristiwa serupa pernah terjadi pada KMP Yunicee tahun 2021, di mana ditemukan kelebihan muatan, manifes tidak akurat, serta hanya satu sekoci karet yang berfungsi.

“Ini bukan yang pertama, dan jika tidak ada perbaikan sistemik, ini juga berpotensi bukan yang terakhir. Pengawasan yang lemah, birokrasi yang permisif, dan operator yang abai telah menciptakan rantai kelalaian yang berujung pada jatuhnya korban jiwa,” jelasnya.

KNKT harus Investigasi Menyeluruh

Oleh karenanya, ia mendesak agar ada investigasi menyeluruh oleh KNKT dan Kementerian Perhubungan untuk mengetahui penyebab teknis tenggelamnya kapal. Termasuk kemungkinan kerusakan struktural atau kelebihan beban juga audit nasional seluruh moda transportasi penyeberangan, serta digitalisasi dan integrasi manifes penumpang dengan sistem identitas nasional.

“Kejadian seperti ini perlu adanya penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pihak-pihak yang lalai, termasuk syahbandar, nahkoda, operator kapal dan juga merevisi aturan teknis turunan UU No. 66 Tahun 2024, agar safety induction menjadi kewajiban standar yang diawasi langsung sebelum kapal diberangkatkan,” tegasnya.***

Tag Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya

Terkini