Tak Hanya Bergizi, Makan Siang Gratis Harus Ramah Lingkungan

FTNews – Program makan siang gratis yang pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka usung akan menyasar 82,9 juta jiwa. Tak hanya menyehatkan karena kandungan lengkap gizinya, program ini pun harus ramah lingkungan.

Dari proyeksi yang ada, rincian yang akan mendapat manfaat program makan siang gratis yakni 74,2 juta anak sekolah atau murid. Lalu 4,3 juta santri dan 4,4 juta ibu hamil.

Melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, program ini diuji coba, di SMP Negeri 2, Curug Tangerang, Kamis (29/2).

Kementerian ini menyatakan program itu harus masuk fase ujicoba karena sudah masuk dalam proses penganggaran dalam APBN 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menghadiri langsung simulasi makan siang gratis tersebut. Makan gratis yang ditetapkan sebesar Rp15.000 per anak. Nominal itu kata Airlangga belum termasuk susu.

Direktur Eksekutif Diet Plastik Indonesia Tiza Mafira menilai jika melihat pemberitaan uji coba makan siang gratis terlihat makanan menggunakan kotak bekal milik anak-anak.

“Ini bisa jadi salah satu cara untuk mengurangi sampah kemasan makanan dari yang mengonsumsi,” katanya kepada FTNews, di Jakarta, Sabtu (2/3).

Tiza berpendapat penyediaan makanan jika program berjalan juga bisa vendor-vendor kantin sekolah yang membuatnya. Sehingga tidak perlu lagi ada kemasan tambahan untuk distribusinya.

“Anak-anak bisa makan langsung di sekolah dengan wadah mereka,” imbuhnya.

Selain program makan gratis, nanti ada pula pemberian susu. Terkait distribusi susu, sosok di balik Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) ini mengusulkan sebaiknya sumber susu dari peternak lokal.

“Pengemasannya bisa dengan botol-botol guna ulang yang bisa dipakai dan dikembalikan di sekolah,” ucapnya.

Atau bisa juga anak-anak membawa botol, gelas minum sendiri. Susu tinggal tuang di kemasan yang anak-anak bawa.

Sampah kemasan makanan. Foto: Citarum Harum

Timbulan Sampah

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, Indonesia menghasilkan 35,93 juta ton timbulan sampah sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut naik 22,04 persen secara tahunan dari tahun 2021 yang hanya 29,44 juta ton.

BACA JUGA:   Perdana Naik First Class, Ayu Ting Ting Ternganga-nganga: Ya Allah

Dari jumlah timbulan sampah tersebut, mayoritas atau 62,49 persen di antaranya telah terkelola. Jumlah sampah yang terkelola tersebut mencapai 22,45 juta ton.

Sisanya, masih ada 37,51 persen sampah atau 13,47 juta ton sampah yang belum terkelola sepanjang tahun lalu.

Menurut jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional tahun 2022 berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 40,5 persen. Kemudian sampah plastik dengan proporsi 17,9 persen.

Menu Isi Piringku. Foto: Istimewa

Aman bagi Anak

Praktisi Kesehatan Masyarakat dr Ngabila Salama juga berpandangan senada, selain bergizi, program makan siang gratis harus aman bagi anak dan ramah lingkungan.

Sementara itu dari sisi menu, menurutnya dengan anggaran Rp15.000 cukup untuk membuat menu bergizi sesuai konsep Isi Piringku.

“Jadi menunya bergizi dan kemasan jangan pakai mika, plastik atau styrofoam. Sebab kandungan plastik dan styrofoam tidak aman untuk makanan panas,” paparnya.

Ia pun memberi beberapa masukan terkait program ini. Jika memungkinkan sistem prasmanan. Akan lebih baik, tidak perlu bugjet kemasan. Sehingga dapat dialokasikan untuk protein hewani.

Dengan minim atau tanpa kemasan juga tidak menimbulkan timbulan sampah baru. Piring makan bahan kayu, stainless, melamin atau membawa tempat makan masing-masing.

Pikirkan pula pajak penyedia katering. Jangan sampai ada sunat anggaran. Melalui program ini pun harus bisa memberdayakan usaha mikro kecil menengah menjadi lebih baik.

“Yang paling penting porsi makan harus sesuai usia. Ukuran lambung anak tidak besar, jadi porsinya pun harus pas. Agar tidak kurang dan tidak berlebihan,” tuturnya.

Makanan pun harus habis anak makan di sekolah. Kalau anak bawa pulang berpotensi basi atau tidak tepat sasaran (orang lain yang memakannya).

Artikel Terkait