Tiga Daerah Ini Berkategori Tidak Bahagia, Kok Bisa?

FTNews, Jakarta – Tingkat kebahagiaan di tiap-tiap daerah rupanya berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data tahun 2021 indeks daerah paling tidak bahagia di Indonesia. Tiga teratasnya antara lain, Banten 68,08 persen, Bengkulu 69,74 persen dan Papua 69,87 persen.

Data terkini status kebahagiaan di tahun 2021 ini adalah data terakhir yang BPS rilis. Sebelumnya data serupa mereka rilis tahun 2016.

Data indeks kebahagiaan tersebut berdasarkan tiga penilaian yaitu, kepuasan hidup, makna hidup dan perasaan kontribusi.

Sosiolog Universitas Nasional Sigit Rochadi, mengatakan aspek ekonomi berkontribusi membuat Banten, Bengkulu dan Papua berkategori tidak bahagia.

“Bengkulu dari sisi ekonomi pasti paling rendah, Papua, Banten (terendah ekonomi),” jelas Sigit kepada FTNews, Jakarta, Senin (3/12).

Selain ekonomi lanjutnya, kenyamanan di tiga daerah itu juga rendah. Terlebih daerah tersebut sering terjadi konflik.

“Kemudian daerah-daerah konflik seperti Papua, itu pasti skornya juga kecil. Karena mereka merasa tidak nyaman berhubungan satu dengan yang lain. Antar etnis, agama,” jelasnya.

Banten pun memiliki ketegangan yang cukup tinggi pada daerahnya, dengan hadirnya industri. Pendatang dan penduduk asli akan bersitegang untuk mempertahankan daerahnya.

“Ketegangan antara pendatang dengan penduduk asli sangat tinggi. Ketegangan antara pendatang dan mereka yang berusaha mempertahankan sangat tinggi,” ujar Sigit.

Selain itu, di Bengkulu karena konflik yang terjadi antara transmigran dengan penduduk setempat.

“Ketegangan anak-anak transmigran yang tergabung dalam organisasi paguyuban dengan penduduk asli. Penduduk asli merebut kembali tanah-tanah yang dibagikan oleh negara kepada mereka,” tambahnya.

Sigit juga menjelaskan, bahwa tiga poin utama indeks penilaian yang baru tersebut berawal dari gagalnya penilaian sebelumnya. Pengukuran indeks kebahagiaan dulu dilihat dari perkembangan ekonomi, pemerataan pendapatan dan kemajuan teknologi.

BACA JUGA:   Panglima TNI: Maruli Pantas Jabat Pangkostrad

“Itu mendapat kritik dari para akademisi, karena negara-negara yang miskin itu tidak memenuhi indikator tersebut. Tetapi rakyatnya bahagia. Maka kemudian dicetuskanlah indikator kebahagiaan,” jelasnya.

Pemimpin dan Tokoh Masyarakat Berperan

Di sisi lain, Sosiolog Universitas Airlangga Tuti Budirahayu, menjelaskan secara sosiologi struktural, pemimpin di tingkat pusat bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya.

“Dapat dilihat bagaimana pemimpin pusat maupun daerah apakah sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyejahterakan rakyatnya,” imbuhnya.

Lalu, Tuti mengatakan, pemimpin dan tokoh masyarakat harus sungguh-sungguh meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Jika para pimpinan dan tokoh-tokoh masyarakat sudah memiliki empati yang tinggi terhadap rakyatnya, dan bersedia bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya, maka ini bisa menjadi faktor peningkatan kualitas hidup rakyatnya,” terangnya.

Dari sisi sosio-kultural sebuah daerah yang memiliki tingkat kebahagiaan tinggi, itu dapat dilihat dari masyarakatnya memiliki kebiasaan tolong menolong dan rukun yang semakin tinggi.

“Masyarakat yang terbiasa hidup guyub, saling tolong-menolong, bersedia menyapa tetangga atau orang-orang di sekitar, dan hidup dengan sederhana, mungkin tingkat dan kualitas kebahagian mereka juga tinggi,” tandasnya.

Artikel Terkait