Tiga Perusahaan Teknologi ini Butuh Suplai Energi Bersih

FTNews – Saat ini, perusahaan-perusahaan teknologi sedang menghadapi permasalahan di mana mereka membutuhkan tenaga listrik lebih untuk operasionalnya. Pasalnya, perusahaan-perusahaan teknologi telah menyumbang dua hingga tiga persen emisi karbon CO2 untuk mendapatkan energi tersebut. Oleh karena itu, perusahaan seperti Amazon, Google, dan Microsoft akan menggaet Duke Energy untuk memperoleh suplai energi bersih.

Menurut penelitian ElectronicsHub, pada tahun 2021, ketiga perusahaan tersebut merupakan penghasil emisi karbon terbesar dalam sektor energi. Amazon menghasilkan 16,18 juta metrik ton CO2e (MTCO2e), lalu Google menghasilkan 6,62 juta MTCO2e, dan Microsoft menghasilkan 4,86 juta MTCO2e.

Sementara itu, total emisi di dunia pada saat itu adalah 36 miliar ton CO2. Sektor teknologi menghasilkan dua hingga tiga persen atau 720 juta hingga 1,08 miliar ton karbon pada tahun tersebut.

Karena permasalahan ini, ketiga perusahaan tersebut bekerja sama dengan Duke Energy. Perusahaan ini dapat memberikan Amazon, Google, dan juga Microsoft suplai energi bersih yang berasalkan dari teknologi nuklir dan baterai.

Melansir dari Reuters, keempat perusahaan tersebut telah mencapai kesepakatan awal. Mereka sepakat untuk membangun pembangkit listrik bertenaga nuklir dan baterai di bagian selatan Amerika Serikat (AS).

Dalam sebuah nota kesepahaman (MOU) yang dalam bulan ini mereka tanda tangani, mereka mengusulkan pengembangan struktur tarif listrik baru. Hal ini untuk mendorong pengembangan teknologi bebas karbon seperti reaktor modular kecil. Selain itu, juga penyimpanan energi janga panjang di Carolina Utara dan Selatan, AS.

Saat ini, Duke menyuplai energi bersih untuk 8,4 juta pelanggannya yang tersebar di Carolina Utara, Carolina Selatan, Florida, Indiana, Ohio, dan Kentucky. Mereka saat ini memiliki pembangkit listrik yang berkapasitas sekitar 54.800 megawatt (MW).

BACA JUGA:   Krisis Air Bersih Melanda 10 Desa di Karawang Akibat Kemarau

Potensi Kenaikan Emisi

Berdasarkan sebuah studi dari Electric Power Research Institute, saat ini AS berpontensi untuk terjadinya lonjakan kebutuhan listrik hingga sembilan persen di tahun 2030 nanti. Ditambah, saat ini teknologi artificial intelligence (AI) yang sedang berkembang pesat ini memakan jumlah listrik yang tidak kecil pada pusat datanya.

Sebagai contoh, chatbot milik OpenAI, ChatGPT. Chatbot ini setidaknya membutuhkan 2,9 watt-hours (WH) untuk merespon penggunanya. Sementara itu, mesin pencarian Google hanya membutuhkan 0,3 WH untuk meresponnya.

Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan teknologi berlomba-lomba untuk mencapai suplai energi bersih untuk menghidupkan perusahaan mereka. Juga, sebagai kontribusi mereka untuk mengurangi jumlah karbon di bumi ini yang sesuai dengan Paris Agreement.

Artikel Terkait