Turbulensi Pesawat Dikaitkan Perubahan Iklim, Ini Kata BRIN

FTNews – Hanya selang beberapa hari insiden turbulensi pesawat hingga melukai penumpangnya kembali terjadi. Setelah awalnya Singapore Airlines alami, kini Qatar Airways juga mengalami nasib serupa. Mencuat analisis pakar meteorologi yang menyebut, turbulensi pesawat bisa jadi erat terkait dengan perubahan iklim.

Melansir Associated Press, beberapa ahli meteorologi dan analis penerbangan mencatat laporan tentang turbulensi yang meningkat. Mereka menyebut, turbulensi pesawat yang terjadi belakangan ini merupakan dampak perubahan iklim terhadap kondisi penerbangan.

Profesor ilmu atmosfer di University of Reading di Inggris Paul Williams dalam penelitiannya bersama tim mengungkap, turbulensi parah di Atlantik Utara meningkat hingga 55 persen sejak tahun 1979. Proyeksinya turbulensi hebat pada arus jet bisa meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa dekade ke depan bila perubahan iklim terus terjadi.

Senada, Perekayasa Madya Pusat Riset Teknologi Penerbangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Aribowo memandang, fenomena alam yang dinamis dengan pola yang ekstrem terjadi saat ini.

Hal ini tentu akan berdampak kepada kondisi atmosfer dan aliran udara yang mengitari Bumi. Karena Bumi hanya punya satu langit yang saling terhubung. Sehingga dinamika cuaca ekstrem di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pergerakan aliran udara di seluruh atmosfer Bumi.

“Seperti halnya yang terjadi pada beberapa kejadian belakangan ini, pesawat komersil yang mengalami turbulensi parah saat terbang normal, yang diduga akibat melewati area Clear Air Turbulence (CAT),” katanya di Jakarta, Senin (27/5).

Menurutnya, hal ini menunjukkan ada peningkatan frekuensi kemunculan area CAT di jalur penerbangan komersil. Terlebih di jalur padat antara Australia-Eropa, tidak hanya di atas lautan luas, namun terjadi juga di atas daratan dan pegunungan.

“Dengan teknologi saat ini, adalah hal yang sulit bisa mendeteksi CAT menggunakan radar cuaca yang mengandalkan deteksi butiran air hujan dari ukurannya, komposisi dan jumlahnya,” ucapnya.

Turbulensi Ekstrem
Keadaan Pesawat Singapore Airlines. Foto: SAMP

Fenomena Menakutkan

Agus menjelaskan, fenomena bermunculannya area CAT di jalur udara komersil telah menjadi hal yang menakutkan tidak hanya bagi para pilot. Namun sekarang telah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi penumpang pesawat udara komersil. Walaupun masyarakat semua yakin bahwa pesawat udara adalah moda transportasi paling aman dibandingkan dengan jenis transportasi lainnya.

BACA JUGA:   SpaceX Luncurkan 52 Satelit dari California

Pesawat udara saat dirancang sudah mempertimbangkan akan adanya beban ekstrem yang menimpa stuktur pesawat. Telah diuji secara statis maupun dinamis, tes terbang hingga ribuan jam sebelum mendapatkan sertifikat tipe untuk diproduksi secara komersial.

Sementara itu, kesulitan mendeteksi CAT tambah Agus kini menjadi tantangan tersendiri bagi pabrikan pesawat udara dan otoritas penerbangan komersil global. Tentang bagaimana melengkapi pesawat udara dengan instrumen pelacak CAT. Menyiapkan prediksi dan peta real time jalur aman yang akan pesawat lalui.

Meningkatkan atau memperketat prosedur pengamanan bagi para penumpang saat terbang, untuk mengantisipasi terjadi lagi kejadian serupa.

Di sisi lain, bagi periset atmosfer tentu hal yang menarik untuk membuat database dan model prediksi area CAT yang tentu sangat berguna bagi pilot saat menyiapkan rute yang akan mereka lalui.

Ilustrasi turbulensi di pesawat. Foto: canva

Sensor Deteksi

Selain itu juga menarik bagi para periset radar elektronik tentang bagaimana meningkatan sensitivitas sensor deteksi agar dapat menangkap arah dan besaran windshear yang “kasat mata”. Sehingga pilot bisa menghindar dari area tersebut dan masih sempat memperingatkan para penumpang dan kru untuk duduk dan mengencangkan sabuk pengamannya.

“Sudah saatnya pabrikan pesawat, otoritas penerbangan global dan lembaga riset dunia saling bahu membahu melakukan riset bersama terkait efek dan antisipasinya terhadap fenomena perubahan iklim ekstrem. Yang sudah mulai mempengaruhi keamanan penerbangan sipil secara global,” tandasnya.

Sebagai informasi, pesawat Singapore Airlines mengalami turbulensi pada 21 Mei 2024. Sebanyak 43 dari 239 penumpang luka-luka. Satu penumpang tewas karena serangan jantung.

Singapore Airlines SQ321 mengalami turbulensi dalam penerbangan dari London menuju Singapura. Lalu terpaksa mendarat darurat di Bangkok, Thailand.

Insiden serupa turbulensi pesawat hebat juga Qatar Airways QR017 alami pada 25 Mei 2024. Pesawat rute Doha, Qatar menuju Dublin, Irlandia. Saat di langit Turki mengalami turbulensi hebat. Sebanyak 12 orang terluka. Di antaranya enam penumpang dan enam awak pesawat. Meski begitu pesawat berhasil mendarat dengan selamat di Irlandia.

Artikel Terkait