YLKI: Indonesia Darurat Perokok

FTNews – Perilaku merokok masyarakat Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan Indonesia masuk darurat perokok.

Hal itu Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi sampaikan bersamaan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia setiap 31 Mei.

Dalam catatan YLKI lanjutnya, hampir 35 persen masyarakat Indonesia adalah perokok aktif. Tragisnya prevalensi merokok pada anak dan remaja di Indonesia tertinggi di dunia, yakni 9,1 persen. Akan meningkat menjadi 15 persen jika tak ada pengendalian.

“Seharusnya Presiden Jokowi punya legasi dalam melindungi anak dari bahaya rokok. Dengan segera mengesahkan RPP tentang Kesehatan yang sudah satu tahun mangkrak,” katanya di Jakarta, Jumat (31/5).

Tulus menyebut, jika RPP ini tidak segera DPR disahkan sampai berakhirnya pemerintahan Jokowi, maka cita-cita adanya bonus demografi dan generasi emas hanyalah mitos belaka. Indonesia akan tetap berada di kondisi darurat perokok.

Uang membeli satu batang rokok sebenarnya bisa untuk membeli satu butir telur. Foto: RRI

Konsumsi Keluarga Miskin

Sebelumnya, rupanya rokok adalah konsumsi kedua keluarga miskin setelah beras. Padahal 1 batang rokok bisa untuk membeli satu butir telur. Sumber pangan hewani yang bisa mencegah stunting.

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak. Terhambatnya tumbuh kembang anak tentu akan mengancam masa depan anak. Apalagi Indonesia menargetkan Indonesia Emas 2045.

Praktisi kesehatan masyarakat Ngabila Salama mengatakan, stunting menjadi permasalahan utama di Indonesia.

Jika dikaitkan, semakin muda orang merokok, maka jeratan stunting akan sulit dientaskan.

“Data menunjukkan perokok pemula anak meningkat efek meniru orang sekitar, peer group karena awalnya iseng mencoba,” kata Ngabila.

Apalagi jarak warung rokok yang menjual rokok ketengan hanya berjarak hanya 100-200 meter dari sekolah.

Menurutnya, efek buruk rokok berbahaya tidak hanya bagi perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Mengganggu kesehatan fisik dan mental.

BACA JUGA:   Waspada, Kasus Covid Dikabarkan Kembali Meningkat

“Mengurangi 1 persen belanja rokok dapat menurunkan kemiskinan,” imbuhnya.

Ngabila menambahkan, rokok adalah masalah sosioekonomi yang jika diatasi juga dapat berdampak kepada ekonomi dan sosial. Termasuk menurunkan potensi konflik keluarga.

Artikel Terkait