Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Peringatkan Bahayanya
“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujar Reza.
Bahaya mikroplastik bukan berasal dari air hujannya, tetapi dari kandungan kimia beracun seperti ftalat, BPA, hingga logam berat yang bisa ikut terhirup atau masuk ke tubuh manusia lewat makanan dan minuman.
“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” tegas Reza.
Menyebabkan Stres Oksidatif
Studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik bisa menyebabkan stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan tubuh, serta mencemari sumber air dan laut yang berujung pada rantai makanan.
Reza menilai gaya hidup masyarakat kota adalah penyebab utama. Dengan 10 juta penduduk dan 20 juta kendaraan, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam jumlah besar setiap hari.
“Sampah plastik sekali pakai masih banyak, dan pengelolaannya belum ideal. Sebagian dibakar terbuka atau terbawa air hujan ke sungai,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, BRIN mendorong peningkatan riset kualitas udara dan air hujan, perbaikan pengelolaan limbah plastik, hingga penggunaan filter serat sintetis di industri tekstil. Edukasi publik juga menjadi kunci penting.
“Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Reza mengingatkan bahwa hujan yang mengandung plastik adalah cerminan dari perilaku manusia.
“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” tutup Reza.