AS Dapat Tarif Impor 0 Persen, Kedaulatan Pangan Dipertaruhkan di Meja Perundingan Dagang?
Ekonomi Bisnis

Indonesia mendapat keringanan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) , dari yang sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen. Atas keringanan tersebut, AS mendapat sejumlah kemudahan bahkan keuntungan dari Indonesia. Di antaranya, terkait pemberlakuan tarif 0 persen terhadap produk-produk AS yang masuk ke Indonesia.
Atas hasil perundingan tersebut, tidak semuanya memandang hal tersebut baik. Bahkan banyak yang mengkritisi.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman menyoroti terkait kemungkinan produk-produk pertanian AS yang masuk dalam negeri dengan harga murah, yang berpotensi memukul para petani di dalam negeri.
Alex pun menegaskan bahwa kedaulatan pangan bukan sesuatu yang bisa dipertaruhkan dalam meja perundingan dagang. Ia mewanti-wanti agar jangan sampai kebijakan ini justru mengorbankan rakyat Indonesia sendiri.
Ancaman pada Peternak dan Petani Indonesia
"Apapun bentuk kerja sama ekonomi yang dibangun, jangan sampai Indonesia kembali menjadi pasar pasif dan hanya menikmati limpahan barang murah dari luar negeri dengan mengorbankan petani dan peternaknya sendiri,” tegas Alex, dilansir laman DPR.
“Ini bukan sekadar soal dagang. Ini adalah ancaman langsung terhadap peternak dan petani kita. Maka saya harap, jangan sampai kebijakan ini mengorbankan agenda kedaulatan pangan kita,” sambung Legislator dari Dapil Sumatera Barat I itu.
Kesepakatan Dagang Indonesia – AS
Seperti diberitakan, Presiden AS Donald Trump pada Selasa (15/7) mengklaim pihaknya mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan Indonesia setelah berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.
Kesepakatan tersebut berupa tarif dagang, di antaranya AS akan mengenakan tarif impor atas produk Indonesia sebesar 19 persen. Sebaliknya, AS tidak terkena tarif alias gratis alias 0% apabila melakukan ekspor ke Indonesia.
Terkait hal ini, Alex menyinggung peringatan dari beberapa kalangan analis ekonomi yang menilai masuknya produk unggas, kedelai, jagung, hingga daging sapi dari AS secara besar-besaran berpotensi membunuh pelaku usaha lokal. Terutama peternak unggas mandiri yang menopang lebih dari 5 juta lapangan kerja.
Menurutnya, langkah membuka kran impor dengan tarif 0% tanpa perlindungan yang jelas terhadap produksi domestik adalah bentuk 'pengabdian' pada kepentingan luar, bukan pada kedaulatan pangan nasional.
Di saat pemerintah mendorong ketahanan pangan, Alex menilai, langkah ini justru bertentangan dan berpotensi mempercepat proses deindustrialisasi sektor pangan di tingkat akar rumput.
“Jika ayam beku dari AS dijual jauh di bawah harga pokok produksi peternak lokal, bagaimana rakyat kecil bisa bertahan? Jangan sampai kita mencetak defisit pangan hanya karena tergoda janji akses ekspor ke luar negeri,” ujar Alex.
Kaji Kembali Kebijakan Impor 0 Persen
Oleh karena itu, pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan pertanian dan peternakan ini mendesak Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk segera mengkaji ulang dampak kebijakan tarif impor 0 persen ini.
Alex juga meminta Pemerintah menyiapkan mekanisme pengamanan pasar domestik, termasuk melalui penerapan safeguard, kuota impor, serta perlindungan harga dasar bagi petani dan peternak lokal.
“Pemerintah harus transparan menyampaikan dasar perhitungan dan proyeksi dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap ketahanan pangan,” sebutnya.
“Termasuk dampak terhadap daya beli masyarakat, dan keberlangsungan usaha mikro dan kecil di sektor agrikultur. Sekali lagi, jangan korbankan agenda kedaulatan pangan kita,” pungkas Alex.***