Bolehkah Menikahi Perempuan yang Sedang Hamil? Berikut dalam Pandangan Islam
Sosial Budaya

Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita untuk membangun keluarga. Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan suci yang tak lepas dari aturan syariat.
Dalam beberapa kasus pernikahan terutama di Indonesia, ada saja yang mungkin menimbulkan pertanyaan boleh tidaknya. Salah satunya adalah perihal menikahi perempuan yang sedang dalam kondisi hamil.
Perempuan yang Haram Dinikahi
Hamil. (Pixabay @StockSnap)
Dikutip situs resmi Muhammadiyah, dalam menelaah permasalahan ini, perlu merujuk pada sumber hukum Islam, yaitu Alquran. Dalam Surat An-Nisa’ ayat 24, setelah menyebutkan secara spesifik perempuan-perempuan yang haram dikawini pada ayat 22, 23, dan 24, Allah SWT dengan tegas menyatakan:
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَآءَ ذَلِكُمْ
Artinya: “… dan dihalalkan bagimu selain yang demikian …” (QS. an-Nisa’ (4): 24)
Ayat ini secara eksplisit mengindikasikan bahwa segala jenis perempuan selain yang telah disebutkan secara haram, adalah halal untuk dinikahi. Namun, perluasan larangan pernikahan juga disebutkan dalam ayat-ayat lain.
Perempuan yang Diharamkan untuk Dinikahi dalam Islam
Perempuan Musyrik: Laki-laki Muslim haram menikahi perempuan musyrik sampai ia beriman (QS. Al-Baqarah: 221, An-Nur: 3).
Perempuan dalam Masa Iddah karena Talak: Tidak boleh menikahinya sampai masa iddahnya selesai setelah talak (QS. Al-Baqarah: 228). Perempuan yang Ditalak Tiga Kali: Mantan suaminya haram menikahinya kembali kecuali setelah ia menikah dengan laki-laki lain, bercerai, dan iddahnya habis (QS. Al-Baqarah: 230).
Perempuan dalam Masa Iddah karena Suami Meninggal Dunia: Haram menikahinya selama masa iddahnya setelah suami meninggal dunia (QS. Al-Baqarah: 235).
Perempuan yang Tidak Lagi Haid atau dalam Masa Iddah karena Hamil: Tidak boleh menikahinya selama masa iddahnya yang dihitung berdasarkan kondisi tersebut (QS. Ath-Thalaq: 4).
Menikahi Perempuan sebagai Istri Kelima: Seorang laki-laki tidak boleh memiliki istri lebih dari empat orang pada satu waktu (QS. An-Nisa’: 3).
Mengumpulkan Perempuan dengan Saudara Perempuan Bapaknya atau Ibunya sebagai Istri: Dilarang menikahi dua perempuan yang memiliki hubungan mahram seperti bibi dan keponakan dalam satu waktu (QS. An-Nisa’: 23).
Hukum Menikahi Perempuan Hamil
Ilustrasi. (Pixabay @canidiamesa)
Perlu dipahami bahwa ayat-ayat di luar Surat An-Nisa’ 22-24 ini merupakan tambahan (ziyadah) terhadap daftar perempuan yang haram dikawini. Hal ini dalam kaidah ushul fiqh dikenal sebagai ziyadah nash yang qath‘iyyuts-tsubut terhadap nash yang qath‘iyyuts-tsubut, di mana penambahan ini dibolehkan dan memperjelas cakupan hukum.
Namun, di antara semua larangan yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut, tidak terdapat satupun larangan menikahi perempuan hamil yang tidak memiliki suami. Ini adalah poin krusial yang seringkali disalahpahami masyarakat.
Jika seorang perempuan hamil, dan kehamilannya bukan disebabkan oleh ikatan pernikahan yang sah, maka tidak ada dalil syar’i yang melarangnya untuk dinikahi, selama semua rukun dan syarat pernikahan terpenuhi.