Fitra Eri Tolak Permintaan Pertamina untuk Bilang Pertamax Bukan Oplosan

Otomotif

Kamis, 27 Februari 2025 | 13:02 WIB
Fitra Eri Tolak Permintaan Pertamina untuk Bilang Pertamax Bukan Oplosan
Fitra Eri mengaku dirinya tidak berani menerima permintaan Pertamina untuk bilang ke masyarakat bahwa Pertamax bukan oplosan.

Pembalap dan influencer Fitra Eri mengaku dirinya diminta oleh Pertamina untuk menyuarakan bahwa bensin yang dijual Pertamina bukan oplosan.

rb-1

Fitra Eri mengungkapkan hal itu di program Indonesia Business Forum bertajuk Pertamax Dipermainkan, Kejaksaan Turun Tangan, yang disiarkan TV One.

"Ini saya dihubungi Pertamina untuk bilang bukan bensin (Pertamax) oplosan," kata Fitra Eri kepada host Celia Alexandra, yang tayang Rabu (26/2/2025).

Baca Juga: Program Subsidi Tepat Pertalite Tengah Disosialisasikan di Sumut, 273 Ribu Kendaraan Telah Mendaftar

rb-3

Fitra Eri minta Pertamina untuk melakukan komunikasi yang baik kepada masyarakat. (Instagram @fitra.eri)

Fitra Eri mengaku dirinya tidak berani menerima permintaan Pertamina untuk bilang ke masyarakat bahwa Pertamax bukan oplosan.

"Saya sendiri tidak berani karena saya tidak tahu faktanya seperti apa, saya masyarakat biasa, saya konsumen, saya dengan dari Kejaksaan Agung ada oplosan, sementara saya dengar di rapat DPR tidak ada oplosan, jadi mana yang benar?," kata Fitra Eri.

Fitra Eri lalu meminta Pertamina berbuat sesuatu agar bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Baca Juga: Biodata dan Agama Herman Khaeron, Tepergok Terima Duit saat Rapat DPR dengan Pertamina

"Jadi, walaupun jika Pertamina mau mengembalikan kepercayaan, menurut saya komunikasi publik yang tepat, tidak harus melalui influencer," kata Fitra Eri.

Kejaksaan Agung Tetapkan Sembilan Orang Tersangka

Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah menetapkan Sembilan orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 - 2023.

Kesembilan tersangka ditahan di kantor Kejaksaan Agung pada Senin (24/02/2025).

Tim Penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa telah terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dari adanya alat bukti cukup, yakni:

  • Pemeriksaan saksi sebanyak 96 (sembilan puluh enam) orang;
  • Pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang ahli;
  • Penyitaan terhadap 969 (sembilan ratus enam puluh sembilan) dokumen;
  • Penyitaan terhadap 45 (empat puluh lima) barang bukti elektronik.

Tim Penyidik menetapkan sembilan orang tersangka yakni:

  • Maya Kusmaya alias MK, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
  • Edward Corne alias EC, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
  • Muhammad Kerry Andrianto Riza alias MKAR, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
  • Agus Purwono alias AP, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak
  • Gading Ramadhan Joedo alias GRJ, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
  • Sani Dinar Saifuddin alias SDS, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
  • Dimas Werhaspati alias DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
  • Yoki Firnandi alias YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
  • Riva Siahaan alias RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Fitra Eri menolak permintaan Pertamina untuk bilang Pertamax bukan oplosan. (Instagram @fitra.eri)

Peran Tersanka

Dalam periode 2018 - 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, dan pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Hal itu diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun, berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, tersangka SDS, dan tersangka AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.

Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut:

Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS.

Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alas an spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah.dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.

Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor);

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi dengan uraian sebagai berikut:

Untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara Penyelenggara Negara antara tersangka SDS, tersangka AP, tersangka RS, dan tersangka YF bersama DMUT/Broker, yakni tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ, sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara;

Pemufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan dengan cara:

  • Tersangka RS, Tersangka SDS dan Tersangka AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum;
  • Tersangka DM dan Tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan Tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk impor produk kilang.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan;

Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% - 15% secara melawan hukum sehingga Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut;

Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN;

Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut:

  • Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
  • Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
  • Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
  • Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
  • Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tag Pertamina Pertalite TV One pertamax oplosan fitra eri

Terkini