Gembong Narkoba Fredy Pratama Tak Kunjung Tertangkap, Polisi Bilang Ada yang Melindungi, Siapa?
Nasional

Jaringan gembong narkoba Fredy Pratama kembali berhasil diungkap polisi. Tidak tanggung-tanggung, kali ini polisi berhasil menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 135 kilogram. Barang haram itu diduga berasal dari Thailand, tempat yang dicurigai menjadi persembunyian Fredy Pratama.
Bicara Fredy Pratama, ia buron sejak 2014 dan hingga kini gembong narkoba ini tak kunjung berhasil ditangkap polisi, Konon, dia bersembunyi di Thailand dan mengendalikan peredaran narkoba lintas negara dari tempat persembunyiannya. Menariknya, meski Fredy terdeteksi berada di Negeri Gajah itu, namun tidak dapat dijangkau, bahkan oleh pemerintah Thailand sendiri.
Desember lalu, Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah dengan tegas memerintahkan Bareskrim Polri dan Divisi Hubungan Internasional Polri guna terus bersinergi dengan kepolisian Thailand guna melacak keberadaan Fredy.
Baca Juga: Polda Kalsel Musnahkan Narkoba Senilai Rp133,5 Miliar Milik Jaringan Freddy Pratama
"Saya sudah perintahkan Kabareskrim (Komjen Wahyu Widada) dan Kadiv Hubinter (Irjen Krishna Murti) untuk terus melakukan kegiatan. Dalam hal ini baik dengan interpol maupun dengan kegiatan police to police, untuk terus mengejar keberadaan Fredy Pratama," tegas Sigit, kala itu.
Sebelumnya, Oktober 2024, Perdana Menteri Thailand Paethongtarn Shinawatra juga telah berjanji akan membantu Indonesia dalam menangkap Fredy Pratama. Namun hingga kini belum ada kabar baik datang dari Thailand terkait itu.
“Kami belum bisa menjangkau dia. Fredy adalah gembong besar yang sulit disentuh oleh pemerintah Thailand,” ungkap Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri.
Baca Juga: Kaki Tangan Gembong Narkoba Fredy Pratama Ditangkap, Sabu 51,3 Kg Disembunyikan di Bunker
Kaki Tangan Fredy Pratama di Indonesia
Terkait penyelundupan narkoba jenis sabu 135 Kg itu, Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri menyebut upaya penyelundupan di Aceh. “Kami menerima informasi bahwa ada penyelundupan narkotika dari Thailand. Kemungkinan besar ini merupakan barang milik Fredy Pratama,” ujar Brigjen Mukti.
Mukti menegaskan bahwa Fredy Pratama masih aktif mengendalikan jaringan narkotika di Indonesia. Ia bahkan disebut telah mengubah pola komunikasi untuk menghindari pelacakan.
"Fredy masih mempertahankan jaringannya di Indonesia. Kami mendeteksi bahwa ia terus berupaya memperkuat sindikasi ini," tambahnya.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, kepolisian akan menerapkan strategi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna mengungkap aliran dana yang mengarah ke Fredy Pratama.
“Melalui TPPU, semua dapat terungkap. Kalau hanya menangkap pelaku di lapangan, mereka tidak akan mengaku. Namun, jika kita menelusuri rekening mereka, pasti ujungnya mengarah ke Fredy Pratama,” jelas Mukti.
Hingga saat ini, Fredy Pratama diyakini masih bersembunyi di Thailand dan mendapat perlindungan dari pihak tertentu. Polri pun terus berkoordinasi dengan otoritas Thailand untuk menangkapnya. “Kami belum bisa menjangkau dia. Fredy adalah gembong besar yang sulit disentuh oleh pemerintah Thailand,” ungkap Mukti.
Untuk menangkap Fredy Pratama yang telah DPO sejak 2014, Polri membentuk Tim Khusus Escobar Indonesia untuk memburunya, bekerja sama dengan Kepolisian Thailand serta Drugs Enforcement Administration (DEA) Amerika Serikat.
Dalam operasi yang berlangsung pada 7 dan 8 Februari 2025, polisi menangkap empat warga Aceh yang diduga terlibat dalam penyelundupan ini. Mereka berinisial I, F, E, dan M, yang diamankan di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Lhoksukon. “Para pelaku semuanya warga Indonesia, berasal dari Aceh. Saat ini, mereka telah diamankan,” terang Mukti.
Barang bukti yang berhasil disita dalam pengungkapan ini meliputi 135 bungkus sabu yang dikemas dalam teh China berlabel 999 dan 99, satu perahu mesin dua kepala, satu boat oskadon, satu unit ponsel satelit merek Thuraya, satu perangkat Garmin, lima unit ponsel Android, serta satu unit mobil Avanza hitam.
“Barang ini rencananya akan diedarkan ke kota-kota besar seperti Medan dan Jakarta,” tambahnya.
Saat ini, keempat tersangka telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Mereka dijerat dengan Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya adalah pidana mati atau minimal lima tahun penjara dengan denda Rp10 miliar.
Polri memastikan akan terus membongkar jaringan narkotika ini hingga ke akar-akarnya dan menangkap Fredy Pratama yang masih buron.***