Herman Khaeron Ungkap Temuan Satgas PKH Soal Bandara di Morowali, Ini Katanya!
Meskipun Kementerian Perhubungan menyebut Bandara PT IMIP yang berada di Kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, resmi dan memiliki izin. Namun banyak pihak, termasuk kalangan DPR RI tetap mengkritisnya.
Lantaran bandara tersebut diduga beroperasi tanpa aparat dari institusi-institusi yang biasanya mendukung keberadaan suatu bandara. Misalnya, imigrasi dan bea cukai. Bahwa konon sekarang aparat yang dimaksud sudah ada, namun bagaimana dengan tahun-tahun sebelumnya. Itu yang kini tetap menjadi sorotan.
Sebagaimana ditegaskan anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, setiap bandara yang beroperasi di Indonesia wajib berada di bawah otoritas dan pengawasan negara.
Baca Juga: TB Hasanuddin Minta Usut Pejabat yang Biarkan Bandara ‘Siluman’ di Morowali Beroperasi
Hal itu disampaikannya menanggapi temuan Satgas Pengawasan Barang Kena Hasil (PKH) terkait dugaan keberadaan bandara yang berdiri dan beroperasi secara mandiri di kawasan industri Morowali tanpa mengikuti sistem dan prosedur resmi negara.
Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron saat memimpin kunjungan kerja di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025). [Foto : Upi/Andri]Temuan Satgas PKH
Herman menjelaskan bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, pengelolaan bandara sepenuhnya berada di bawah Kementerian Perhubungan sebagai otoritas. Operatornya pun harus melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhub atau badan usaha milik negara seperti Angkasa Pura. “Kalau ada bandara yang mandiri, tentu harus berada di bawah pengawasan institusi negara. Kalau gubernurnya merasa ada sesuatu yang tertutup dan Satgas PKH menemukan bandara yang berdiri sendiri tanpa sistem negara, itu harus ditertibkan,” tegas Herman, dikutip dari laman DPR RI. Herman mengungkapkan bahwa dirinya pernah berkunjung langsung ke kawasan industri Morowali, termasuk IMIP dan Pertambangan Bintang Delapan. Pada tahun 2017–2018, ia bahkan mengkritisi tingginya jumlah tenaga kerja asing dan minimnya transparansi. “Semestinya segala sesuatu dalam satu sistem negara itu harus terbuka—baik kepada publik maupun institusi. Kalau itu kawasan strategis, harus dilindungi, tetapi bukan berarti tertutup dari sistem negara,” ujar Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Tertibkan Tanpa Kompromi
Karena itu, ia menilai bahwa jika benar terdapat bandara yang beroperasi tanpa izin resmi, maka langkah penertiban wajib dilakukan tanpa kompromi. “Kalau tertutup dari sistem negara, saya setuju siapa pun harus ditertibkan. (Bandara) IMIP harus ditertibkan. Pertambangan Bintang Delapan harus ditertibkan. Kalau ada yang menabrak aturan hukum, harus ditertibkan,” katanya. Menurut Herman, bandara memiliki fungsi strategis dalam pengawasan mobilitas orang dan barang. Karena itu, bandara internasional wajib memiliki layanan imigrasi dan bea cukai, sebagai bentuk kontrol negara. “Bandara internasional itu harus ada imigrasi dan bea cukai sebagai otoritas yang mencatat keluar masuk orang dan barang. Kalau ada bandara bebas di luar kawasan bebas, itu jelas pelanggaran hukum,” tegasnya. Mengancam Kedaulatan Negara
Ia menegaskan bahwa pengelolaan bandara di luar struktur negara sama saja menciptakan sistem tersendiri yang berpotensi mengancam kedaulatan. “Itu berarti ada sistem dalam sistem negara. Ada negara di dalam negara. Ini tidak boleh. Dan saya mendukung penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran seperti ini,” tegas Herman. Dengan menutup pernyataannya ia, menekankan bahwa seluruh operasi bandara harus mengikuti tata peraturan perundang-undangan nasional. Jika ada pelanggaran, penindakan hukum tidak boleh ditawar. “Sepanjang mengikuti tata peraturan, kita hormati. Tapi kalau sudah melanggar aturan Indonesia, melanggar sistem negara, maka harus ditindak tegas,” tegasnya.