DeepSeek, sebuah perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI) asal Tiongkok yang didirikan oleh miliarder Liang Wenfeng, memilih untuk memprioritaskan penelitian dibandingkan mengejar keuntungan finansial.
Sebab, pendirinya yang miliarder telah memutuskan untuk tidak mengikuti jejak para pesaingnya di Silicon Valley dengan memanfaatkan lonjakan penjualan yang tiba-tiba.
Baca Juga: Inggris Adakan Pertemuan Bahas Bahayanya AI
Financial Times melaporkan, dikutip Selasa (18/3/2025), pendapatan DeepSeek cukup untuk menutupi semua biaya operasional--menurut dua orang yang mengetahui perkembangan chatbot AI itu.
Dalam sebuah posting di X, DeepSeek memamerkan bahwa layanan daringnya memiliki "margin laba biaya" sebesar 545 persen. Namun, margin tersebut dihitung berdasarkan 'pendapatan teoritis'.
Perusahaan tersebut membahas angka-angka itu secara lebih rinci di akhir posting GitHub yang lebih Panjang, menguraikan pendekatannya untuk mencapai throughput lebih tinggi dan latensi lebih rendah.
Baca Juga: AI Merajalela, Lapangan Pekerjaan Menyempit
DeepSeek menguraikan bahwa ketika melihat penggunaan model V3 dan R1 selama periode 24 jam, jika semua penggunaan itu ditagih menggunakan harga R1, Chatbot AI DeepSeek akan memiliki pendapatan harian sebesar USD 562.027 atau Rp 9,2 miliar.
Sementara itu, sebagaiamana dikutip dari TechCrunch, biaya sewa GPU (unit pemrosesan grafis) yang diperlukan hanya USD 87.072 atau sekitar Rp 1,4 miliar.
Perusahaan tersebut mengakui bahwa pendapatan aktualnya 'jauh lebih rendah' karena berbagai alasan, seperti diskon malam hari dan harga yang lebih rendah untuk V3.
Tidak hanya itu saja, ada juga fakta bahwa hanya sebagian kecil layanan yang dimonetisasi dengan akses web dan aplikasi yang tetap gratis.
Dengan strategi ini, DeepSeek berharap dapat mencapai inovasi jangka panjang dalam pengembangan AI, serupa dengan pendekatan awal yang diambil oleh OpenAI.