Kemnaker Ubah Rekrutmen: Penampilan Tak Lagi Penting, Tapi Usia Masih Jadi Batu Sandungan
Nasional
 200920255.jpg)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia kembali menghadirkan kebijakan progresif yang berfokus pada reformasi rekrutmen tenaga kerja.
Melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025, Kemnaker resmi menghapus sejumlah persyaratan lowongan kerja yang selama ini dianggap diskriminatif, seperti tinggi badan dan penampilan fisik.
Tujuannya adalah menciptakan ruang kerja yang inklusif dan menekankan kemampuan serta kualifikasi individu.
Langkah ini menandai perubahan paradigma dalam dunia kerja, di mana perusahaan didorong untuk menilai calon pegawai berdasarkan pengalaman, keterampilan, dan kompetensi, bukan faktor fisik atau penilaian subjektif.
Namun, meski membawa angin segar, aturan terkait batasan usia dalam lowongan masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Fokus pada Kompetensi: Menggeser Standar Lama
Penghapusan persyaratan diskriminatif menjadi sinyal kuat bahwa era rekrutmen yang hanya menekankan penampilan dan atribut fisik mulai ditinggalkan.
Selama ini, banyak pencari kerja merasa terhambat oleh kriteria yang tidak relevan dengan pekerjaan, padahal mereka memiliki kemampuan yang mumpuni.
Dengan mengedepankan kompetensi, proses seleksi dapat dilakukan lebih objektif. Perusahaan tidak hanya mendapatkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan, tetapi juga memaksimalkan potensi para kandidat terbaik.
Hal ini diharapkan mendorong produktivitas dan inovasi, karena setiap individu dinilai berdasarkan kapasitas dan pengalaman, bukan faktor yang bersifat estetik atau stereotip.
Selain itu, pendekatan ini memberi kesempatan bagi kelompok yang selama ini terpinggirkan, seperti penyandang disabilitas atau mereka dengan latar belakang non-tradisional, untuk lebih mudah memasuki pasar kerja. Pencarian talenta pun menjadi lebih adil dan inklusif.
Kontroversi Batasan Usia: Tantangan Inklusi untuk Semua Generasi
Ilustrasi interview (Instagram)
Meskipun syarat-syarat diskriminatif lainnya dihapus, perusahaan masih diperbolehkan menetapkan batasan usia dengan alasan yang jelas.
"Syarat yang tidak relevan seperti warna kulit, status pernikahan, atau usia tertentu dilarang. Namun untuk usia, masih bisa dicantumkan asalkan ada alasan yang logis dan sesuai aturan," jelas perwakilan Kemnaker.
Kebijakan ini menuai kritik, terutama dari pencari kerja di atas 30 tahun. Banyak yang merasa bahwa batasan usia tetap menjadi penghalang utama, meskipun alasannya sudah dijelaskan.
Komentar di media sosial menunjukkan kekecewaan: "Maksimal 30 tahun, yang 35 ke atas dianggap nggak perlu kerja," tulis salah satu warganet.
Selain itu, tantangan bagi pekerja berpengalaman tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga psikologis. Batasan usia yang ketat sering membuat tenaga kerja senior merasa tersingkir, padahal mereka memiliki pengalaman berharga yang dapat mendukung produktivitas perusahaan.
Oleh karena itu, Kemnaker diharapkan meninjau kembali aturan ini atau setidaknya memperjelas kriteria yang sah untuk batasan usia agar inklusivitas benar-benar diterapkan.
Peluang dan Harapan untuk Masa Depan
Ilustrasi interview (Instagram)
Reformasi rekrutmen ini membuka peluang bagi terciptanya pasar kerja yang lebih setara dan adil. Dengan fokus pada kompetensi dan pengalaman, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dan berkontribusi, tanpa dibatasi faktor fisik.
Namun, penerapan kebijakan ini memerlukan pengawasan dan edukasi kepada perusahaan agar standar inklusif benar-benar dijalankan. Dengan demikian, tenaga kerja di Indonesia bisa semakin beragam, produktif, dan siap menghadapi tantangan global.
Reformasi ini bukan sekadar perubahan administratif, tetapi langkah strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia nasional.