Mobile Ad
“Menangkap” Air Minum dari Udara

Rabu, 13 Mar 2024

FTNews - Di beberapa wilayah Bumi ini, banyak yang kesulitan dalam mencari sumber ataupun pasokan air bersih. Banyak penyebab yang membuat kondisi ini terjadi.

Mulai dari berdasarkan letak geografis daerah tersebut, kondisi iklim, hingga akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, kondisi ini menyebabkan manusia berinovasi untuk memperoleh air bersih, salah satunya orang-orang di padang pasir di Las Vegas, Amerika Serikat.

Saat ini, Selatan dari Negara Bagian Nevada sedang mengalami kekeringan terburuk sepanjang sejarah. Hal ini menyebabkan penduduknya kekurangan air dan restriksi dalam penggunaannya.

Namun, seorang profesor dari Arizona State University, Friesen, mengembangkan sebuah alat untuk “menangkap” air dari udara. 

Melansir BBC, alat tersebut berupa hidropanel yang bertenagakan dari cahaya matahari. Alat ini dapat menyerap uap air dalam volume tinggi yang terekspos akibat sinar cahaya matahari.

Sebenarnya, alat seperti ini sudah ada sejak tahun 1500-an di Peru. Dahulu, mereka menggunakan jaring atau pepohonan untuk menangkap embun air dari atmosfer.

Pada zaman sekarang, banyak perusahaan yang sudah menggunakan teknologi ini dan mengembangkannya lebih lanjut. Terutama, kali ini manusia memiliki bantuan artificial intelligence (AI) untuk mencari cara menangkap air dari udara lebih banyak.

Friesen membangun perusahaan yang bernama Zero Mass Water pada tahun 2014, mengikuti penelitiannya tentang hidropanel bertenaga matahari. Saat ini, perusahaannya bernama Source Global yang sudah beroperasi lebih dari 50 negara dan memiliki valuasi lebih dari $1 miliar atau Rp1,5 triliun.

Cara Kerja Hidropanel


Hidropanel milik Source Global. Foto: Source Global

Panel ini bekerja menggunakan panas matahari untuk menyalakan kipas untuk menarik air ke dalam alat tersebut. Dalam alat ini, terdapat sebuah material yang dapat menyerap dan memerangkap kelembapan tersebut.

Molekul air akan terakumulasi dan menjadi uap air seiring meningkatnya suhu panel untuk menghasilkan gas dengan kelembaban tinggi. Kemudian, uap air tersebut mengembun menjadi cairan sebelum menambahkan mineral untuk konsumsi.

“Itu bagaimana kami dapat menciptakan air di berbagai lokasi di dunia, bahkan jika lokasi itu sangat kering, jelas Friesen.

“Kantor pusat kami di Scottsdale, Arizona, di mana memiliki kelembapan relatif di bawah lima persen di musim panas dan kami masih dapat membuat air. Secara unik ini efisien dan murah yang dapat membawa kita ke lokasi di mana orang lain dapat pergi,” lanjutnya.

Ia juga mengatakan bahwa panel tersebut memiliki harga sekitar $2.000 atau sekitar Rp30 juta per panelnya dan dapat bertahan hingga 15 tahun.

Adam Sharkawy, dari Material Impact, perusahaan yang berinvestasi di Source Global, juga menjelaskan bahwa adanya AI sangat membantu. Ia mengatakan bahwa AI dapat membantu dalam memperhatikan data seperti pergantian cuaca, kelembapan, temperatur, dan lain sebagainya untuk mengekstraksi air.

“Panel ini dibangun untuk menampung empat hingga lima liter air minum per panel setiap harinya,” jelasnya.

“Dengan AI dan mesin pembaca algoritma, angka ini dapat menjadi lebih tinggi. Mungkin sekitar tujuh, delapan, sembilan. Ini membuat panel lebih efektif dan lebih efisien dalam harga,” lanjut Yield.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement