Mobile Ad
Anak-anak Rentan Jadi Korban Pelecehan Seksual di Medsos

Selasa, 18 Jun 2024

FTNews - Dari yang muda, hingga yang tua, banyak yang menggunakan internet dalam kesehariannya. Bahkan, data dari Statista mengatakan bahwa pengguna internet di dunia sebanyak 5,44 miliar per April 2024. Salah satu yang menjadi tujuan utama dalam penjelajahan internet adalah media sosial (medsos). Akan tetapi, terdapat satu permasalahan, yaitu banyaknya anak-anak yang sangat rentan menjadi korban pelecehan seksual di dalam medsos.

Hal tersebut disampaikan oleh Internet Watch Foundation (IWF) yang berbasis di Cambridgeshire, Inggris. “Berbagi dan meminta foto telanjang menjadi 'normal' di kalangan anak muda",” papar mereka, mengutip dari BBC.

Mereka pun menerima sebanyak 392.665 laporan terkait pelecehan seksual yang berasal dari 53 negara yang berbeda. Sebanyak 92 persen dari laporan yang mereka terima, merupakan foto asli.

Berkembangnya teknologi artificial intelligence (AI) juga menjadi permasalahan dalam hal ini. Yang mana, adanya potensi pembuatan konten-konten tak senonoh melalui program seperti deepfake.

Anglia Ruskin University (ARU), yang bekerja sama dengan IWF, melakukan wawancara kepada 370 anak-anak muda. Mengenai pengalaman mereka yang hidup dalam era digital ini.

Mereka mengatakan bahwa mereka menerima gambar-gambar seksual yang tidak diinginkan. Parahnya, mereka menormalisasikan transaksi gambar-gambar tersebut.

“Aplikasi yang mereka gunakan, seperti Snapchat dan TikTok juga digunakan oleh para pelaku. Untuk berbicara dengan anak-anak dan mengarahkan mereka untuk berbagi gambar-gambar seksual. Dalam beberapa kasus, sekelompok anak-anak, lebih banyak laki-laki, terlibat dalam seperti ‘koleksi kartu’ foto-foto telanjang wanita.” jelas ARU.

Mengancam Anak-anak


Ilustrasi menyebarkan informasi palsu di media sosial. Foto: canva

Pelecehan seksual pada anak-anak di medsos ini juga menjadi perhatian bagi Pemerintah Amerika Serikat. Bahkan, mereka sampai memanggil para pemimpin dari perusahaan media sosial ternama, seperti X, Meta, Snapchat, TikTok, dan Discord.

Dalam pemanggilan tersebut, mereka ingin perusahaan-perusahaan tersebut untuk bertanggung jawab atas maraknya kasus pelecehan seksual pada anak-anak. Hal ini bermula dari anak perusahaan Meta, Instagram, di mana mantan pegawainya membocorkan kepada kongres. Bahwa, Instagram tidak maksimal dalam melindungi anak-anak dari pelecehan seksual.

Bahkan, bos dari Meta, Mark Zuckerberg, meminta maaf kepada para orang tua yang hadir dalam persidangan tersebut. “Saya meminta maaf atas semua yang telah kalian lalui, itu sangat buruk. Tidak ada yang seharusnya mengalami kejadian yang kalian telah alami,” ucapnya.

Tindakan-tindakan di AS


Ilustrasi media sosial. Foto: canva

Menanggapi polemik ini, beberapa pemerintah daerah di AS akhirnya mengambil tindakan. Salah satunya adalah Gubernur Florida, Ron DeSantis.

Ia meresmikan undang-undang (UU) yang akan melarang anak-anak untuk memiliki media sosial pribadi. Menurutnya, hal ini dapat menanggulangi permasalahan pelecehan seksual pada anak-anak di medsos.

Per Januari 2025 nanti, Negara Bagian Florida akan melarang anak-anak yang berusia 14 tahun ke bawah untuk memiliki akun medsos pribadi. Bagi anak-anak berusia 14 dan 15 tahun, dapat memiliki akun tersebut, dengan syarat adanya persetujuan dari orang tuanya.

Selain itu, di Kota New York, AS, pemerintahannya juga mengikuti jejak yang serupa dengan Florida. Bedanya, mereka memilih untuk melarang anak-anak di bawah 18 tahun untuk mengakses medsos tanpa persetujuan dari orang tua.

Keputusan tersebut mereka ambil akibat dari sifat “adiktif” medsos yang berbahaya bagi anak-anak. Selain itu, juga membatasi anak-anak agar tidak terpapar dari risiko-risiko yang ada di media sosial.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement