Mobile Ad
Cemari Lingkungan, Popok Sekali Pakai Bekas Didaur Ulang

Jumat, 24 Mei 2024

FTNews – Limbah popok sekali pakai berpotensi mencemari lingkungan jika tidak ditangani. Di Indonesia potensi limbah popok sekali pakai itu mencapai 3.488 ton per hari.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, angka kelahiran bayi di Indonesia mencapai 4,6 juta. Asumsinya ada potensi penggunaan popok 17,44 juta per hari.

Periset Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lies Indriati menyebut produk sekali pakai, seperti popok dan pembalut, memberikan kenyamanan.  Karena dapat langsung pengguna buang setelah mereka gunakan. Namun menimbulkan masalah lingkungan yang signifikan.

“Risiko pencemaran lingkungan muncul dari bahan-bahan baku penyusunnya. Jumlah atau volume produk yang digunakan, perilaku pengguna dan pengelola," katanya, baru-baru ini.

Lies menjelaskan, fungsi utama popok bayi adalah menyerap cairan yang keluar dari tubuh manusia. Produk ini terbagi menjadi dua kelompok besar, produk yang dapat digunakan kembali dan produk sekali pakai.

Limbah popok yang mengandung kotoran cair atau padat ini, dapat memicu gangguan kesehatan pada mahluk hidup. Contohnya iritasi paru-paru, penyakit kulit, bahkan sesak nafas. Tak hanya pada manusia, tumbuhan air dan ikan juga bisa mengalami gangguan akibat limbah pospak tersebut.

“Sampah dari popok dan pembalut sekali pakai ini menimbulkan beban lingkungan besar,” ucapnya.

Komponen Material


Sebabnya lanjut Lies, komponen materialnya terdiri dari berbagai lapisan. Secara umum limbah popok dan pembalut memiliki lima komponen penyusun yang sama.

Lapisan atas terdiri terdiri dari poliester, polietilen (PE), polipropilen (PP), campuran PE/PP, viskosa/rayon, dan kapas.

Lapisan aquisition distribution layer (ADL) terdiri dari poliester, PE, PP, viskosa/rayon, kapas, serat selulosa/pulp.

Bagian inti penyerap (core) terdiri dari serat selulosa/pulp, kapas, polimer penyerap super (SAP), poliester. Lapisan bawah (bottom) terdiri dari PE, PP, dam asam polilaktik.

Kemudian perekat dari resin sintetis dan polimer termoplastis serta pelepas yang terdiri dari kertas dan berlapis silikon.

Menurutnya, kebijakan pengelolaan sampah belum ada klasifikasi sampah produk penyerap higienis ini. Belum pula ada perhatian sistem pengelolaannya secara serius di Indonesia.

Melansir laman BRIN, Chief Executive Officer Bank Sampah Bersinar Febrianti SR, menyampaikan tantangan dalam pengelolaan sampah popok dan pembalut bekas sekali pakai.

"Kami mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah organik dan non-organik. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos. Sementara sampah anorganik bisa masuk ke bank sampah," jelasnya.

Ia menambahkan masih banyak sampah residu, seperti popok bayi, yang belum terkelola dengan baik. Meskipun penggunaan popok sekali pakai lebih praktis, ia mendorong penggunaan produk yang dapat digunakan kembali, seperti clodi (cloth diaper).

"Namun, kami juga memahami bahwa tidak semua ibu memiliki waktu dan tenaga untuk menggunakan popok kain. Sehingga kami menyediakan solusi pengolahan sampah popok sekali pakai," ungkapnya.

Sampah popok sekali pakai. Foto: Natgeo

Edukasi Masyarakat


Bank Sampah Bersinar pun melakukan edukasi kepada masyarakat untuk membersihkan pospak bekas sebelum mereka setorkan.

Sampah popok yang pengguna setorkan harus bersih dari kotoran padat. Namun urine tidak masalah, karena mengandung urea yang dapat digunakan untuk pupuk cair organik.

Popok yang sudah dibersihkan kemudian diproses untuk memisahkan fiber, plastik, dan cairan organiknya. Fiber hasil pengolahan sampah popok disuplai ke PT Konut Indonesia sebagai material alternatif. Plastik yang dihasilkan digunakan untuk membuat produk daur ulang, sementara cairan organik digunakan sebagai pupuk cair.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement