Mobile Ad
Di Tahun 2023, Harga Karbon yang Ditangkap Senilai Rp1,6 T

Rabu, 22 Mei 2024

FTNews - World Bank baru saja membeberkan sebuah rekor baru dalam mendukung upaya menuju net-zero carbon. Berdasarkan data dari State and Trends of Carbon Pricing 2024, seluruh dunia berhasil mengumpulkan $104 miliar atau sekitar Rp1,6 triliun dari menangkap karbon.

Saat ini, terdapat sebanyak 75 instrumen penetapan harga karbon yang beroperasi di seluruh dunia. Lebih dari dana yang terkumpul, dialihkan untuk mendanai program-program yang mendukung keberlangsungan alam dan iklim.

“Penetapan harga karbon dapat menjadi salah satu alat paling ampuh untuk membantu negara-negara mengurangi emisi. Oleh karena itu, merupakan hal yang baik untuk melihat instrumen-instrumen ini diperluas ke sektor-sektor baru. Menjadi lebih mudah beradaptasi dan melengkapi langkah-langkah lainnya,” kata Axel van Trotsenburg, Direktur Pelaksana Senior Bank Dunia, dalam sebuah keterangan pers.

Kabar Baik


Ilustrasi polusi akibat pabrik. Foto: canva

Hal ini merupakan kenaikan yang menjadi kabar baik sejak laporan pertama yang mereka rilis sejak dua dekade yang lalu. Pada laporan tersebut, pajak karbon dan Emission Trading System (ETS) hanya menjamah tujuh persen dari emisi dunia. Kini, di laporan ke-11-nya, sudah 24 persen emisi global telah terjamah.

Berdasarkan laporan tersebut, banyak negara-negara dengan pemasukan menengah mulai mengimplementasikan penetapan harga karbon. Negara-negara tersebut seperti Brasil, India, Chile, Kolombia, Turki, dan beberapa negara lainnya.

Sektor-sektor yang mendominasi dalam bisnis ini adalah sektor tradisional, seperti ketenagalistrikan dan industri. Namun, sektor-sektor baru seperti penerbangan, perkapalan, dan juga limbah juga mulai semakin menjadi pertimbangan.

Selain itu, Mekanisme Penyesuaian Pembatasan Karbon Uni Eropa (UE) juga berada dalam masa transisi. Di mana, mereka mempertimbangkan untuk menetapkan harga karbon pada sektor industri besi dan baja, aluminum, semen, pupuk, dan juga ketenagalistrikan.

Meskipun begitu, angka $104 miliar tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pada Paris Agreement. Pada tahun 2017, sebuah laporan dari High-Level Commission, setidaknya penetapan harga tersebut menyentuh $50-100 per ton atau sekitar Rp800 ribu-1,6 juta per ton.

Hal tersebut untuk membantu dunia menjaga temperatur bumi agar tidak naik lebih dari dua derajat dari pra-industri. Selain itu, kurang dari satu persen emisi rumah kaca global terjamah oleh harga karbon langsung.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement