Mobile Ad
Korban Tidak Miliki Hasil Visum Bukan Berarti Tidak Terdapat Pelecehan Seksual

Jumat, 23 Des 2022

Forumterkininews.id, Jakarta - Ahli Hukum Pidana, Mahrus Ali menyebutkan bahwa jika korban kekerasan seksual tidak memiliki hasil visum. Tapi, bukan berarti kejahatan seksual tidak terjadi.

Hal ini diungkapkan dirinya saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan terhadap terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis (22/12).

Awalnya kuasa hukum Putri Candrawathi, menanyakan mengenai reaksi korban terhadap peristiwa kejadian kekerasan seksual.

"Saudara ahli bisa jelaskan soal kerangka kekerasan seksual yang bagaimana berdasarkan penelitian-penelitian baik itu kaitannya terutama dengan korban dan bagaimana reaksi korban terhadap peristiwa kejadian kekerasan seksual, bisa dijelaskan?," tanya Kuasa Hukum.

Kemudian Mahrus menjelaskan dalam tindak pidana dugaan kekerasan seksual seharusnya dibuktikan dengan alat bukti minimal hasil visum dari korban. Hal ini diperlukan untuk kepentingan jaksa penuntut umum (JPU) dalam membuktikan tindak pidana yang terjadi.

"Satu-satunya bukti yang biasa dihadirkan oleh Jaksa biasanya visum, tetapi kalau visum ga ada gimana? Pertanyaan saya begini, visum itu gak ada terkait dengan tantangan yang lebih berat yang dihadapi Jaksa untuk membuktikan," kata Mahrus dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Namun ia menjelaskan jika dalam proses pembuktian hasil visum tersebut tidak dilakukan, bukan berarti tidak terjadi suatu tindak kejahatan.

"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan," ujar Mahrus.

Sementara itu ia menjelaskan bahwa dalam kasus dugaan kekerasan seksual sering terjadi korban yang diduga mengalami tersebut tidak mau melapor. Dikarenakan adanya rasa takut dan adanya tekanan dari pihak-pihak lain.

"Karena gini yang mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," ucap Mahrus.

Terkait hal ini ia menyebutkan selain hasil visum terdapat salah satu upaya yang dapat dibuktikan yakni dengan hasil tes psikologi yang dilakukan terhadap korban.

"Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya? Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperkisa itu ketawa-tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu," ujar Mahrus.

Putri Candrawathi Idap Rape Trauma Syndrome

Ahli Psikologi, Dr Reni Kusumowardhani mengatakan Putri Candrawathi mengidap rape trauma syndrome atau trauma korban perkosaan usai adanya dugaan pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J.

Hal ini diungkapkan dirinya saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan terhadap lima terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, pada Rabu (21/12).

Awalnya kuasa hukum Putri Candrawathi, Sarmauli Simangunsong bertanya mengenai hasil apsifor yang menjelaskan bahwa ciri kepribadian cenderung menekan ekspresi emosi.

“Dalam hal ini merujuk hasil Apsifor halaman 152, di mana ahli menjelaskan bahwa dengan ciri kepribadian cenderung menekan ekspresi emosi. Jelaskan hal ini, ibu PC tidak langsung mengekspresikan tersimpan ditekan olehnya? Upaya putri merasa aman dan bertemu Ferdy dan mohon dijelaskan seseorang korban kekerasan seksual beberapa waktu menemui kembali pelakunya?,” tanya Kuasa Hukum.

Kemudian Reni menjawab bahwa dalam rape trauma syndrome korban memiliki tiga cara untuk mengungkapkannya.

“Pada rape trauma syndrome itu sindrom korban mengalami kekerasan seksual di mana ada fase akut, segera, kemungkinannya ada tiga,” jawab Reni.

“Pertama, mengekspresikan kemarahannya. Kedua, kontrol satu penekanan yang memang berelasi dengan kepribadian tertentu, menekan rasa marahnya takutnya, malunya dikontrol. Shock this believe dan sulit mengambil keputusan,” lanjut Reni.

Sementara itu, ia mengatakan bahwa Putri Candrawathi cenderung mengendalikan emosinya saat berhadapan kembali dengan Brigadir J. Sehingga ia menunda kemarahannya agar bertemu dengan Ferdy Sambo di Jakarta.

“Nah terjadi pada PC berdasarkan teori ini lebih sesuai dengan yang kontrol. Jadi seolah tidak ada emosi, dan seperti tidak ada apa-apa tidak terjadi apa-apa. Ini bentuk defence mechanism, tetap tegar, pertahanan jiwa,” ucap Reni.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement