Mobile Ad
Satgassus Polri Temukan Pelanggaran Pupuk Bersubsidi Hingga BLT Dana Desa

Selasa, 03 Jan 2023

Forumterkininews.id, Jakarta - Satuan Tugas Khusus Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Satgasus Pencegahan TPK Polri) selama satu tahun bertugas pada 2022, telah melakukan kegiatan pencegahan korupsi dan pendidikan anti korupsi.

Pencegahan yang dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan 28 kementerian/lembaga, 38 Pemerintah Daerah dan 33 BUMN, perusahaan swasta dan organisasi dalam rangka melaksanakan 7 program pencegahan korupsi.

Kepala Satuan Khusus Pencegahan Korupsi Polri, Herry Muryanto menjelaskan bahwa 7 program utama yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Satgasus pada 2022. Pertama pencegahan korupsi dalam distribusi pupuk bersubsidi. Kemudian, kedua, pencegahan korupsi dalam Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk daerah pada sektor infrastruktur.

"Ketiga, pencegahan korupsi dalam penyaluran Bantuan Tunai Langsung - Dana Desa (BLT-DD). Dan keempat
pencegahan korupsi dalam pengelolaan jaminan reklamasi dan pasca tambang," kata Herry dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).

Selanjutnya, kelima pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola ekspor-impor. Keenam melalui implementasi Single Identity Number (SIN) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Terakhirnya, ketujuh, pencegahan korupsi dalam pengelolaan penerimaan negara yang bersumber dari cukai.

Wakil Kepala Satgassus, Novel Baswedan mengatakan ada lima temuan permasalahan selama 2022, di antaranya dalam pencegahan korupsi dalam distribusi program pupuk bersubsidi.

Novel mengatakan masih banyak ditemukan penerima ganda pupuk bersubsidi yang dituangkan dalam e-RDKK. Kemudian belum optimalnya penggunaan Kartu Tani, baik dari sisi distribusinya dan sarana prasarananya.

“Belum optimalnya pendataan penerima Pupuk Bersubsidi dan pengawasan distribusi Pupuk Bersubsidi oleh Pemerintah Daerah dan masih ditemukan Pupuk Bersubsidi yang diduga kualitasnya di bawah standar,” kata Novel dalam keterangan resminya, Senin (2/1/2023).

Selain itu, dalam pencegahan korupsi program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk daerah pada sektor infrastruktur. Satgas menemukan 3 Pemerintah Daerah (Pemda) yang gagal mendapatkan pinjaman PEN karena belum memenuhi persyaratan sampai dengan bulan September 2022.

Dengan demikian, tidak memungkinkan untuk melaksanakan proyek sesuai perencanaan pada tahun berjalan.

“Di beberapa daerah ditemukan keterlambatan dalam realisasi penggunaan Pinjaman
PEN untuk Daerah. Juga belum optimalnya pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang pembiayaannya berasal dari fasilitas Pinjaman PEN untuk Daerah,” ungkap Novel.

Satgassus pencegahan korupsi polri juga menemukan masalah dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa.

Selanjutnya, terdapat perbedaan penerapan cara pendataan. Mulai dari pendata calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BLT Dana Desa yang berbeda-beda untuk setiap desa. Kriteria yang beragam yang digunakan oleh desa dalam pemilihan calon KPM.

Selain itu, tidak semua desa menggunakan kertas kerja sebagai acuan atau tidak adanya dokumentasi dengan baik kertas kerja pendataan, dan dapat menyebabkan potensi pemilihan penerima bantuan yang kurang transparan dan akuntabel.

“Dan masih ditemukannya penyerapan rendah di sebagian desa pada penyaluran tahap I dan II, disebabkan adanya perubahan sistem dari tunai menjadi non-tunai,” ucap Novel.

Meski demikian, perubahan data penerima bantuan sosial Kemensos dari DTKS sebagai bahan verifikasi penerima BLT Dana Desa yang datang belakangan. Itu juga mempengaruhi penyerapan karena tidak diperbolehkan penerima BLT Dana Desa ganda dengan bantuan sosial lainnya.

“Satgas tidak menemukan adanya kasus pemotongan BLT-DD bagi masyarakat,” ujar Novel.

Bahkan tidak adanya biaya operasional dalam penyaluran tunai, dapat berpotensi terjadinya pemotongan terhadap BLT-DD yang diterima masyarakat tersebut.

Meskipun belum pernah ditemukan tindak kejahatan terhadap proses pengambilan dana BLT-DD, kata Novel, kondisi geografis dan jarak antara desa dengan bank penyalur dapat menjadi potensi kerawanan terjadinya tindak pidana dalam proses pengambilan dana tunai BLT-DD tersebut.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement