Prof Kosuke Heki Soroti Risiko Megathrust di Indonesia, Belajar dari Gempa Besar Palung Nakai
Heki juga menjelaskan, slow slip event (SSE) atau preslip, meskipun gerakannya kecil, dapat menjadi indikator penting sebelum terjadinya gempa besar. “Fenomena ini telah diamati berulang di Nankai Trough dan bagian lain Jepang. Salah satu peristiwa pergeseran lambat ini mungkin memicu gempa palung Nankai berikutnya,” katanya.
Zona Subduksi Aktif: Mentawai, Jawa, Bali, Lombok, Maluku
Penjelasan ini sangat relevan bagi Indonesia, yang memiliki zona subduksi aktif seperti Mentawai, Jawa, Bali, Lombok, hingga Maluku. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan jaringan GNSS guna mendeteksi deformasi jangka panjang dan preslip sebelum gempa. “Saat ini saya sedang mengerjakan masalah ini di Indonesia,” ucap Heki
Dengan kombinasi data GNSS di darat dan teknologi geodesi dasar laut, Heki menekankan bahwa Indonesia dapat mulai memetakan akumulasi tegangan yang berpotensi memicu gempa besar di masa depan.
Sementara Endra Gunawan, Associate Professor di Global Geophysics RG, Program Studi Teknik Metalurgi ITB, memaparkan hasil riset terbarunya mengenai seismogenic potential Sesar Jakarta menggunakan metode GNSS slip-rate analysis.
Ia menunjukkan bahwa deformasi kerak di wilayah Jakarta dapat terukur secara periodik, sekaligus membuka peluang pemodelan bahaya gempa di wilayah perkotaan padat penduduk. Riset ini sekaligus memperkuat pesan Prof. Heki bahwa pemantauan berbasis deformasi merupakan fondasi mitigasi modern.
“Analisis kami berdasarkan pendekatan GPS, dan kami menemukan bahwa patahan di bagian selatan Jakarta ini menghasilkan laju pergeseran sekitar tiga milimeter per tahun dengan kedalaman penguncian tujuh dan sudut kemiringan 63 ke selatan,” ujar Endra.
Di bagian lain Muhammad Al Kautsar, ahli GNSS CORS di Direktorat Sistem Referensi Geospasial Badan Informasi Geospasial (BIG), menekankan pentingnya integrasi data GNSS nasional untuk pemantauan geohazard. Ia menjelaskan bagaimana jaringan CORS yang dikelola BIG digunakan untuk memantau pergerakan mikro dan deformasi harian yang berkaitan dengan potensi gempa.
“Dinamika pergerakan lempeng di Indonesia membawa implikasi serius. Akibat dari pergerakan tersebut, Indonesia akan banyak mengalami gempa bumi dan aktivitas gunung berapi,” kata Kautsar menutup paparannya.