Ekonomi Bisnis

Said Abdullah: Tolak Rupiah dalam Transaksi Pembayaran Bisa Kena Pidana dan Denda Rp200 Juta!

27 Desember 2025 | 21:02 WIB
Said Abdullah: Tolak Rupiah dalam Transaksi Pembayaran Bisa Kena Pidana dan Denda Rp200 Juta!
Ilustrasi/Foto: istimewa

Sorotan terhadap penolakan pembayaran transaksi menggunakan uang tunai rupiah oleh toko atau merchant, masih menjadi topik yang dibicarakan. Di media sosial topik ini juga masih terus disoroti dan dikecam. Tidak boleh QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) menggeser Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

rb-1

DPR juga sudah mengingatkan pelaku usaha untuk masalah ini. Salah satunya Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Ia menegaskan, rupiah masih menjadi alat pembayaran yang sah sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 20211 tentang Mata Uang.

Menurutnya, bila ada merchant atau penjual menolak pembeli yang membayar menggunakan uang rupiah, merchant tersebut bisa dikenai sanksi pidana maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.

Baca Juga: IHSG Cetak Rekor Tertinggi! Begini Prediksi Analisis Pekan Depan

rb-3

Penegasan itu dia sampaikan menjawab wartawan soal video viral tentang seorang nenek ditolak membeli roti lantaran toko tersebut tidak menerima pembayaran tunai. “Kita perlu mengedukasi masyarakat, jangan sembarangan menolak pembayaran memakai rupiah, sebab itu bisa berkonsekuensi pidana,” kata Said Abdullah, dilansir laman PDI Perjuangan Jatim.

Said Abdullah, Ketua Banggar DPR RI [ Foto: dok DPR]Said Abdullah, Ketua Banggar DPR RI [ Foto: dok DPR]BI harus Edukasi Pelaku Usaha dan Masyarakat

Ketua DPP PDI Perjuangan ini mendorong Bank Indonesia turun tangan dengan mengedukasi masyarakat dan juga termasuk kalangan toko bahwa rupiah adalah alat pembayaran sah.

Baca Juga: Di Tengah Minimnya Sentimen Pasar, IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

“Jangan hanya karena penggunaan layanan pembayaran digital, lalu pihak merchant tidak memberikan opsi bagi pembayaran memakai rupiah secara tunai,” tegas Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, ini.

Menurut Said Abdullah, hingga saat ini pemerintah dan DPR belum melakukan revisi aturan yang menghapus kewajiban penerimaan uang tunai. Karena itu, semua pihak di Indonesia tetap wajib menerima rupiah sebagai alat pembayaran.

“Pemerintah dan DPR belum merevisi pembayaran dengan uang tunai (rupiah), maka wajib bagi siapapun di Indonesia untuk menerimanya,” ucapnya.

Banyak Negara Maju Masih Lakukan Pembayaran dengan Mata Uang Resmi

Said lantas membandingan dengan Singapura, negara maju dengan layanan cashless paling baik saja, masih memberikan layanan pembayaran tunai hingga 3000 SGD. Dan di banyak negara maju pun masih melayani pembayaran tunai.

“Kita tidak melarang, bahkan mendukung pihak merchant menggunakan pembayaran non tunai. Tapi jangan menutup pihak pembeli atau rekanan membayar dengan tunai. Opsi itu harus tetap diberikan layanannya,” tandasnya.

“Apalagi di wilayah kita, tidak semua tercover layanan internet, sehingga tidak semua wilayah bisa menggunakan layanan non tunai,” imbuh Said.

Dia pun kembali menekankan agar Bank Indonesia memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini dan menindak tegas pelaku usaha yang menolak penggunaan rupiah.

“Saya berharap Bank Indonesia menekankan ini kepada para pelaku usaha di Indonesia dan yang melakukan penolakan penggunaan mata uang nasional rupiah, ditindak,” pungkasnya.

Respon Bank Indonesia

Sementara dalam keterangan terpisah, Bank Indonesia juga telah memberi respon terhadap kejadian yang menjadi viral itu.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mengingatkan, pelaku usaha tidak menolak pembayaran menggunakan uang tunai dalam setiap transaksi di wilayah Indonesia.

Penolakan terhadap rupiah sebagai alat pembayaran berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

Tag Rupiah QRIS