Siapa Ali Moertopo, Tokoh Orde Baru yang Ucapannya soal Papua Menuai Kontroversi
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini melontarkan gagasan besar untuk menanam kelapa sawit secara masif di Papua. Kebijakan ini disebut sebagai salah satu strategi utama pemerintah dalam mewujudkan swasembada energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM).
Gagasan tersebut disampaikan Prabowo saat bertemu para pemimpin daerah Papua di Istana Negara, Jakarta, pada 16 Desember 2025. Dalam pertemuan itu, Prabowo menekankan pentingnya memanfaatkan potensi wilayah timur Indonesia demi ketahanan energi jangka panjang.
Ambisi Jadikan Papua Lumbung Energi Nasional
Peta Indonesia (Wikipedia)
Menurut Prabowo, Papua memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat produksi biofuel atau bahan bakar nabati. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas utama yang dinilai mampu mendukung target tersebut.
“Juga nanti kita berharap, di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo, Rabu (17/12/2025).
Tak hanya sawit, Presiden juga mendorong pemanfaatan tanaman lain seperti tebu dan singkong sebagai bahan baku etanol. Selain itu, pemerintah berencana membangun pembangkit listrik tenaga surya dan mini-hydro untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil di Papua.
Prabowo menargetkan kemandirian energi dan pangan dalam lima tahun ke depan. Jika rencana ini terealisasi, negara disebut berpotensi menghemat anggaran hingga ratusan triliun rupiah.
“Dengan demikian, kita akan menghemat ratusan triliun untuk subsidi dan ratusan triliun untuk impor BBM dari luar negeri,” tegasnya.
Kritik Netizen Menguat, Nama Ali Moertopo Kembali Disebut
Meski dinilai ambisius, rencana tersebut menuai reaksi beragam dari publik, terutama di media sosial. Salah satu kritik tajam datang dari akun X (Twitter) bernama Lone Wolf, yang mengaitkan kebijakan ini dengan pandangan lama Jakarta terhadap Papua.
Akun tersebut menuding eksploitasi sumber daya alam Papua mulai dari nikel di Raja Ampat hingga rencana perkebunan sawit seolah memperkuat narasi bahwa Papua hanya dilihat dari kekayaan alamnya.
“Sebelum Prabowo dan Jokowi, Ali Moertopo pernah bilang Jakarta nggak peduli orang Papua, cuma mau SDA-nya. Terbukti hingga kini,” tulis akun tersebut.
Unggahan itu turut disertai foto Jenderal Ali Moertopo, tokoh intelijen Orde Baru, lengkap dengan kutipan kontroversialnya. Berdasarkan catatan sejarah yang dikutip dari Historia.id, Ali Moertopo pernah menyatakan di hadapan anggota DPRD di Jayapura:
“Jakarta tidak tertarik kepada orang Papua, melainkan wilayahnya.”
Siapa Ali Moertopo dan Mengapa Namanya Kembali Diungkit?
Ali Moertopo (Historia.ID)
Untuk memahami konteks kritik tersebut, penting mengenal sosok Ali Moertopo. Ia merupakan jenderal berpengaruh sekaligus orang kepercayaan Presiden Soeharto pada era Orde Baru.
Ali Moertopo memegang peran sentral dalam sejarah integrasi Papua ke dalam Indonesia, terutama melalui jalur intelijen dan politik. Beberapa peran pentingnya antara lain:
-
Arsitek Pepera 1969 Melalui Operasi Khusus (Opsus), Ali Moertopo memimpin strategi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Meski hasilnya menetapkan Papua sebagai bagian dari Indonesia, prosesnya kerap dikritik karena dianggap tidak sepenuhnya merepresentasikan suara rakyat Papua.
-
Pandangan Kedaulatan Negara Bagi Ali Moertopo, integrasi Papua adalah harga mati demi kepentingan geopolitik dan kedaulatan nasional, meskipun harus ditempuh dengan cara-cara keras.
-
Intelijen dan Stabilitas Politik Ia menggunakan kekuatan intelijen untuk mengamankan kepentingan politik Orde Baru di Papua, termasuk meredam kelompok yang dianggap berseberangan.
Singkatnya, kritik terhadap rencana penanaman sawit di Papua saat ini dipandang sebagai refleksi trauma sejarah dan kekhawatiran bahwa Papua kembali diposisikan semata sebagai ladang sumber daya alam, tanpa prioritas utama pada kesejahteraan manusianya.