Bareskrim Polri Sita 201 Ton Beras Oplosan
Pengusutan kasus beredar luasnya beras oplosan di pasaran oleh Dittipideksus Bareskrim Polri terus berlanjut.
Meski penyidikan telah resmi dimulai, Polri menegaskan bahwa distribusi beras di masyarakat tetap berjalan lancar dan stok pangan nasional tidak akan terganggu.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf menyatakan bahwa penyidikan terhadap dugaan praktik pengoplosan beras tidak dilakukan dengan cara menyita seluruh hasil produksi.
Pihak kepolisian hanya mengambil sebagian dari beras yang menjadi objek pelanggaran.
“Distribusi tetap berjalan normal. Kami hanya menyita sebagian untuk keperluan penyidikan,” ujar Helfi dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2024).
Satgas Pangan Polri, kata Helfi, bertindak sebagai ultimum remedium yaitu sebagai upaya terakhir jika semua pendekatan preventif dan administratif tak mempan.
Pendekatan ini diterapkan agar stok beras di pasaran tetap aman, sekaligus memberikan ruang kepada produsen untuk tetap beroperasi secara legal.
Produsen Tetap Bisa Jual, Tapi Wajib Sesuai Komposisi dan Harga
Helfi juga menyampaikan bahwa para produsen diminta menyesuaikan komposisi isi dan harga produk agar sesuai dengan ketentuan.
Ia menegaskan tidak ada larangan bagi mereka untuk mendistribusikan beras yang tidak terkait dengan penyidikan.
"Kami tidak menarik semua produk. Mereka masih bisa jual asalkan harga disesuaikan dengan isi dan kualitas sebenarnya,” tegas Helfi.
Bahkan, beberapa produsen disebut sudah mulai menurunkan harga dan menyampaikan klarifikasi melalui surat resmi maupun media.
Pendekatan ini diambil agar konsumen tetap mendapatkan beras dengan mutu dan harga yang sesuai standar, tanpa harus khawatir kekurangan pasokan.
201 Ton Beras Disita, Tapi Bukan Seluruh Produksi
Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf. [Dok Polri]Dalam pengusutan awal, sebanyak 201 ton beras oplosan telah disita sebagai barang bukti. Jumlah ini disebut hanya sebagian kecil dari total produksi para pelaku.
“Yang kami ambil hanya untuk keperluan penyidikan. Tidak semua. Sisanya tetap bisa dijual di pasar,” ucap Helfi.
Kasus ini bermula dari temuan Kementerian Pertanian (Kementan) yang mencurigai adanya anomali harga beras meskipun Indonesia sedang memasuki masa panen raya.
Dugaan tersebut kemudian dilaporkan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan direspons cepat oleh Bareskrim.
Lima merek beras yang kini dalam penyidikan berasal dari tiga produsen berbeda antara lain: PT Padi Indonesia Maju (PIM) – Merek Sania, PT Food Station (FS) – Merek Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, Sentra Ramos Pulen, dan Toko Sentra Raya (SY) – Merek Jelita dan Anak Kembar.
Meski kasus telah naik ke tahap penyidikan, Bareskrim belum menetapkan tersangka. Namun, Helfi menyatakan potensi penetapan tersangka terbuka lebar, baik terhadap individu maupun korporasi.
Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku
Satgas Pangan Polri menyita sejumlah merk beras oplosan. [Dok Polri]Jika terbukti bersalah, para pelaku pengoplos beras dapat dijerat dengan beberapa pasal berat. Setidaknya ada dua undang-undang yang digunakan dalam penyidikan ini:
1. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f
Ancaman: 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
2. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3, 4, dan 5
Ancaman: 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar
Kementan menemukan fakta mengejutkan dari hasil pengecekan di berbagai daerah:
Temuan Beras Premium:
Ketidaksesuaian mutu: 85,56%
Harga di atas HET: 59,78%
Berat kemasan di bawah standar: 21,66%
Temuan Beras Medium:
Ketidaksesuaian mutu: 88,24%
Harga di atas HET: 95,12%
Berat kemasan di bawah standar: 90,63%
Data tersebut mengonfirmasi bahwa praktik pengoplosan atau manipulasi kualitas memang terjadi secara meluas di pasaran.
Langkah Bareskrim dalam mengusut kasus dugaan beras oplosan ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius menindak manipulasi pangan.
Dengan menjaga keseimbangan antara proses hukum dan kelancaran distribusi, aparat berupaya melindungi konsumen sekaligus menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras nasional.