Batalkan PHK, Pegawai TVRI dan RRI Per Hari Ini Diminta Kembali Bekerja
Masih hangat ditengah perbincangan publik soal keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran kementerian/lembaga.
Sehingga berdampak terhadap lembaga penyiaran publik, Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang di PHK.
Direktur Utama LPP RRI, Hendrasmo, memastikan PHK sejumlah kontributor RRI telah dibatalkan.
Baca Juga: Baru Dilantik Jadi Mendiktisaintek, Brian Yuliarto Irit Bicara
Menurutnya, sebelumnya ada kendala anggaran, namun setelah rekonstruksi dilakukan, pegawai yang sempat dirumahkan kini telah kembali bekerja.
Ia menilai bahwa isu ini berkembang lebih besar di media sosial dibandingkan dengan kenyataan yang ada.
“Sebenarnya, situasi ini tidak sampai seserius yang disampaikan di medsos. Jumlah kontributor kami totalnya ada 979, tetapi yang bermasalah (dirumahkan) tidak sampai 20 orang. Namun, sekarang sudah clear,” ujarnya usai rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (12/2).
Baca Juga: Naik Commuter dan LRT Cuma Rp 1 di Hari Pelantikan Prabowo - Gibran
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Daulay, juga menegaskan bahwa tidak akan ada PHK atau pemotongan honor di TVRI dan RRI.
“Tidak ada pengurangan, bahkan pemotongan honor pun tidak boleh. Ini sudah disepakati dalam keputusan rapat,” kata Saleh.
Saleh berharap informasi ini bisa segera tersebar untuk menangkis isu-isu yang tidak benar mengenai efisiensi anggaran yang disebut berdampak pada PHK.
“Kita perlu menetralisir berita di media sosial agar tidak ada isu-isu tidak benar yang berkembang. Sehingga tidak ada persepsi bahwa dampak efisiensi dari anggaran ini berdampak pada pengurangan karyawan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, pemotongan anggaran operasional di RRI yang mencapai hampir sepertiga dari pagu anggaran 2025 seperti yang disampaikan Juru Bicara RRI Yonas Markus Tuhuleruw, berdampak pada layanan media penyiaran publik. Ini, juga terjadi di TVRI.
Dampaknya, manajemen dua media layanan publik ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengakibatkan berkurangnya materi isi siaran yang menjadi hak publik serta menambah catatan buruk kondisi perburuhan media massa di Indonesia pasca digitalisasi.