Bubur Merah Putih untuk Tolak Bala saat Malam 1 Suro
Lifestyle

Malam 1 Suro selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Jawa, terutama karena bertepatan dengan Tahun Baru Islam, atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah.
Selain sarat nuansa spiritual, Malam 1 Suro juga dikenal dengan ragam kuliner tradisional yang menyertainya. Salah satu yang paling ikonik adalah bubur Merah Putih, yang memiliki makna simbolis mendalam.
Bubur Merah Putih bukan sekadar makanan biasa. Hidangan ini telah menjadi bagian dari tradisi sejak era kerajaan Hindu di Nusantara dan terus lestari hingga masa Kerajaan Mataram Islam.
Baca Juga: Kapan Malam 1 Suro? Ini 4 Pantangan Utama Menurut Tradisi Jawa
Keberadaannya mencerminkan kesinambungan budaya yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Dalam filosofi Jawa, warna merah melambangkan darah, sementara putih merepresentasikan tulang. Perpaduan keduanya melambangkan tubuh manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Baca Juga: Bulan Suro 2025 Kapan? Ini Mitos dan Pantangannya
Makna Simbolik dan Ritual Bubur Merah Putih
Bubur Merah Putih atau Jenang Sengkolo. (YouTube/ika mardatillah)
Penyajian bubur Merah Putih biasanya dilakukan menjelang malam Suro sebagai simbol permohonan keselamatan dan perlindungan dari mara bahaya.
Ritual ini dilakukan dengan penuh ketulusan, biasanya diawali dengan doa bersama keluarga atau masyarakat setempat. Dalam konteks spiritual, bubur ini dipercaya dapat menjadi penolak bala dan pembuka lembaran baru yang lebih baik.
Bubur Merah Putih dimasak dari beras, santan, jahe, dan rempah seperti serai dan daun salam, dengan rasa gurih yang khas.
Keistimewaan bubur Merah Putih terletak pada cara penyajiannya yang sarat nilai simbolis. Biasanya, bubur dihidangkan di atas daun pisang dan dihiasi secara sederhana.
Penguat Tradisi dan Kebersamaan Keluarga
Bubur Merah Putih. (youtube/chalistaa-kitchen)
Bagi banyak keluarga, tradisi menyantap bubur Merah Putih setiap malam 1 Suro tetap dijaga meski dalam kesederhanaan. Tidak hanya di lingkungan keluarga, tradisi ini juga dilestarikan oleh komunitas adat dan pesantren.
Acara makan bersama bubur Merah Putih sering diiringi doa, selamatan, hingga pengajian. Hal ini menjadi bentuk penguatan nilai solidaritas dan spiritualitas masyarakat.
Tradisi kuliner malam 1 Suro, terutama bubur merah putih, menunjukkan bagaimana makanan bisa menjadi jembatan antara spiritualitas dan budaya.
Di balik kesederhanaannya, tersimpan nilai luhur yang diwariskan lintas generasi. Bubur ini bukan hanya pengisi perut, tetapi juga simbol harapan, perlindungan, dan kebersamaan.