Demokrasi dalam Pemilu Terancam Akibat AI

Teknologi

Senin, 03 Juni 2024 | 00:00 WIB
Demokrasi dalam Pemilu Terancam Akibat AI

FTNews - Di tahun 2024, banyak negara yang akan melaksanakan pesta demokrasi terbesarnya, yaitu pemilihan presiden. Namun, terdapat salah satu permasalahan yang mereka hadapi adalah artificial intelligence (AI). Sebabnya, terdapat video palsu buatan AI yang beredar di media sosial, mengancam pemilih mudanya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ini.

rb-1

Media pemberitaan asal Inggris, BBC, mendapatkan bahwa suara dari para pemilih muda dalam Pemilu AS ini berpotensi terganggu. Karena, rata-rata dari mereka menggunakan media sosial.

Ancaman tersebut datang setelah timbulnya beragam konten-konten palsu yang dibuat menggunakan AI. Dalam konten tersebut, menampilkan para pemimpin partai, dengan menyebarkan informasi yang tidak benar. Serta, klip yang berisi komentar-komentar kasar.

Baca Juga: Solusi Berlangganan Murah, Netflix akan Kenalkan Iklan ke Pengguna

rb-3

Dalam proyek milik BBC ini, mereka menemukan konten-konten yang tersebar luas melalui algoritma TikTok. Anak-anak muda yang siap untuk memilih terpapar oleh berbagai konten yang menyesatkan dan memecah belah.

Lebih parahnya, banyak juga yang menyebar konten-konten ini. Mulai dari pelajar, aktivis politik, hingga komedian dan akut bot yang tersebar dalam media sosial tersebut.

Perdana Menteri Inggris Menjadi Korban

Baca Juga: Februari, Instagram Bakal Hapus Tab Belanja dari Halaman Utama

PM Inggris, Rishi Sunak. Foto: www.gov.uk

Kali ini, Perdana Menteri (PM) Inggris, Rishi Sunak, menjadi salah satu korban dalam ancaman AI dalam Pemilu yang akan mereka jalankan pada 4 Juli 2024 nanti.

Ratusan ribu netizen telah menonton video tersebut. Juga, telah menyebarkan desas-desus tidak berdasar. Di mana, menjadi skandal besar karena video tersebut mengatakan Rishi Sunak ingin mengadakan pemilihan umum lebih awal.

“Tolong jangan pilih kami, kami akan menjadi sedih!” ucap sang PM dalam video palsu yang beredar tersebut. Selain itu, juga membuat klaim tanpa bukti tentang bagaimana pemimpin Partai Konservatif tersebut menghabiskan uang publik. Termasuk bagaimana ia akan mengirimkan “banyak uang kepada rekan-rekannya”.

Sikap TikTok

TikTok. Foto: Dan Kitwood/Getty Images

Untuk menghadapi ancaman demokrasi dalam Pemilu oleh AI, TikTok pun telah mengambil sikap. Dalam situsnya, mereka sudah mempersiapkan program Global Fact-Checking untuk memerangi berita-berita palsu.

Mereka bekerja sama dengan IFCN, organisasi pengecek fakta. Organisasi ini memiliki pelatihan teknis, sumber daya, dan wawasan industri untuk menilai misinformasi online secara tidak memihak.

Selain itu, TikTok juga akan bekerja sama dengan 18 organisasi pengecek fakta lainnya. Yang mana, bertugas untuk melakukan asesmen keakuratan konten dalam lebih dari 50 bahasa.

Untuk konten-konten yang menggunakan AI, mereka juga sudah menyiapkan untuk menanggulangi penyalahgunaan teknologi AI. Mereka mempersiapkan kebijakan Sintetis dan Manipulasi Media. Di mana, mereka mewajibkan para pembuat konten AI untuk memberi label untuk konten-konten yang terlihat realistis.

Juga, TikTok melarang pembuatan konten yang menggunakan kemiripan seorang publik figur. Terutama, konten-konten untuk endorsement dan yang melanggar peraturan lainnya.

Tag Teknologi Pemilu demokrasi AI Teranca

Terkini