Deretan Alasan Jaksa Tuntut Terdakwa Ini Pantas Dihukum Mati

Forumterkininews.id, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat dalam perkara korupsi PT Asabri (Persero).

Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Direktur Utama PT Asabri, Adam Damiri dan Sonny Widjaja yang menyebabkan negara mengalami kerugian senilai Rp 22,7 triliun.

Alasan jaksa menuntut hukuman mati, dalam pertimbangannya, pertama bahwa perbuatan terdakwa Heru Hidayat berakibat pada kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah Rp22.788.566.482.083,00 atau Rp 22 triliun lebih dalam perkara dugaan korupsi PT Asabri.

“Dimana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp.12.643.400.946.226 (dua belas triliun rupiah),” kata JPU dalam isi tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021) malam.

Oleh karenanya, nilai kerugian keuangan negara dan atriubusi yang dinikmati oleh Terdakwa Heru Hidayat sangat jauh diluar nalar kemanusiaan dan sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Kedua, dalam perkara sebelumnya, Terdakwa Heru Hidayat juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan nilai kerugian keuangan negara yang juga sangat fantastis sebesar Rp.16.807.283.375.000,00 (enam belas triliun lebih).

“Dengan atribusi yang dinikmati oleh Terdakwa Heru Hidayat seluruhnya sebesar Rp.10.728.783.375.000.,00 (sepuluh triliun),” sambungnya.

Kemudian, yang ketiga, JPU menilai bahwa skema kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa Heru Hidayat baik dalam perkara a quo (PT Asabri), maupun dalam perkara korupsi sebelumnya di PT Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated.

“Karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrument pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam sistem pasar modal, yang dapat menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas,” paparnya.

Bahkan, kata jaksa, secara langsung, akibat perbuatan terdakwa tersebut telah menyebabkan begitu banyak korban, seperti anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan yang menjadi peserta di PT Asabri. Hal tersebut juga termasuk korban-korban yang meluas terhadap ratusan ribu nasabah pemegang polis pada PT Asuransi Jiwasraya yang berdampak sangat besar dan serius bagi keluarganya.

BACA JUGA:   Untuk Pengembalian Kerugian Negara, Tiga Bidang Tanah Milik Johnny Disita

Keempat, perbuatan Terdakwa Heru Hidayat telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara, karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri sendiri secara melawan hukum.

Kelima,  terdakwa Heru Hidayat tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela. Dan tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah.

Keenam, terdakwa Heru Hidayat dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah, apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Ketujuh, dengan mengacu pada pengertian umum sebagaimana misalnya dalam KBBI, yang mengartikan “pengulangan” sebagai proses, cara, perbuatan mengulang”. Maka hal tersebut terdapat 2 konstruksi perbuatan terdakwa yang relevan dimaknai sebagai pengulangan.

“Yaitu Heru Hidayat telah melakukan 2 perbuatan korupsi, yakni perkara di PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri. Dimana keduanya bisa dipandang sebagai suatu niat dan objek yang berbeda. Meskipun periode peristiwanya bersamaan (PT Jiwasraya) sejak 2008 s.d. 2018 dan PT Asabri sejak 2012 s.d. 2019),” bebernya.

Kedelapan, terkait dakwaan tidak menyebut Pasal 2 ayat (2), menurut penuntut umum frase “Keadaan tertentu” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) adalah pemberatan pidana dan bukan sebagai unsur perbuatan.

Tak hanya itu, terdakwa Heru Hidayat diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 (dua belas triliun lebih).

“Dengan ketentuan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” tutur JPU.

Artikel Terkait