Diduga Ada Wajah Mirip Jokowi, Yos Suprapto Ungkap Makna Lukisannya yang Dilarang Oleh Galeri Nasional
Sosial Budaya

Lima lukisan milik Yos Suprapto dilarang dipamerkan di ajang pameran tunggalnya di Galeri Nasional, kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Pameran lukisan tunggal Yos Suprapto itu ditutup tak lama setelah dibuka pada Kamis (19/12/2024) malam.
Kurator yang ditunjuk oleh Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo menilai, lima lukisan tersebut tidak sejalan dengan tema pameran, yakni 'Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan’.
Baca Juga: Lukisan Mirip Raja Jawa Karya Yos Suprapto ‘Dibredel’ di Galeri Nasional, Ini Klarifikasi Kurator
Selain itu, Suwarno juga menilai lima lukisan Yos mengandung pesan yang kelewat vulgar tentang praktik kekuasaan.
Jika dilihat dari sejumlah foto yang beredar di media sosial, dalam lima lukisan Yos tersebut terdapat sosok pria yang diduga mirip dengan mantan presiden Joko Widodo.
Benarkah lukisan itu memuat wajah Jokowi? Lalu apa makna dari lukisan tersebut?
Baca Juga: Garuda Nusantara Raih Emas, Jokowi Ucapkan Selamat
Kepada awak media, Jumat (20/12/2024), Yos menjelaskan makna dari lukisan tersebut.
Menurutnya, lukisan-lukisan yang ia buat merupakan sebuah cerita kronologis yang jika dipotong di tengah, maka akan memghilangkan makna yang terkandung dalamnya.
"Terus masak hanya kulitnya saja yang disuguhkan? Kan, kasihan banget orang yang datang ke sini," ujar pelukis senior kelahiran Surabaya ini.
Ia lalu menceritakan salah satu lukisan yang menjadi keberatan kurator Galeri Nasional, yakni megenai Raja Bermahkota Jawa.
Menurutnya lukisan iu menceritakan tentang sejarah pangan Indonesia.
"Ini ceritanya tentang sejarah terjadinya kehilangan kedaulatan pangan kita," jelasnya.
Dalam lukisan itu memang terdapat sosok pria memakai baju dan celana panjang hitam, dengan selempang kuning, sambil mengenakan mahkota di kepalanya.
Pria itu duduk di sebuah singgasana berwarna merah, sambil menginjak beberapa orang yang terkapar di bawahnya.
Sementara di samping pria itu ada dua orang yang memakai seragam milik militer dan mengarahkan moncong senjatanya ke arah orang-orang yang ada di bawah sosok raja itu.
Menurut Yos, lukisan itu menggambarkan tentang kedaulatan pangan yang akan menjadi omong kosong jika tanpa kekuasaan.
"Jadi itu gambar tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil. Segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil. Di bawah kaki sang penguasa itu adalah rakyat kecil. Itu lukisan itu. Tapi diinterpretasikan oleh sang kurator itu sebagai sesuatu yang vulgar," kata Yos.
"Nah, ini saya kira kalau tidak ada relevansi antara ketahanan pangan dengan kekuasaan itu omong kosong. Contohnya misalnya impor beras, kalau enggak ada kekuasaan enggak mungkin itu terjadi. Nah, padahal ini semua adalah kita berbicara soal kedaulatan pangan." sambungnya.