Efek Boikot Produk Israel, Keuangan KFC 'Babak Belur': Terus Berjuang Tetap Eksis?
Ekonomi Bisnis

Gerai makanan waralaba KFC, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) kini harus menghadapi kondisi keuangan yang memprihatinkan.
Efek boikot menjadi salah satu penyebab keuangan waralaba fast food ayam goreng terkenal itu babak belur.
Kondisi itu semakin diperjelas dengan adanya kucuran kredit Rp 925 miliar dari Bank Mandiri
Baca Juga: Tidak Jalankan Peraturan Pemerintah Soal THR, KFC Didemo Karyawannya
Di mana kedua belah pihak telah menandatangani tiga akta perjanjian kredit pada tanggal 4 Juni 2025.
Memilih jalur dana eksternal terpaksa dilakukan KFC demi memanjangkan nafas perusahaan.
Boikot Produk Israel Pemicu Keuangan KFC 'Goyang'
Baca Juga: Biodata dan Pendidikan Liana Saputri, Borong 15 Persen Saham KFC
Ilustrasi bentuk seruan boikot yang beredar di media sosial. [Instagram]
Pengamat Pasar Modal, Ibrahim Assuaibi mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya kinerja keuangan KFC dalam beberapa tahun terakhir.
Sebab meskipun secara bisnis KFC masih cukup menarik bagi pasar, namun awal kejatuhan KFC menurutnya bermula usai Israel melakukan penyerangan Genosida Terhadap Hamas di Jalur Gaza pada medio 2023 silam.
"Sehingga banyak masyarakat dunia bukan saja Indonesia, mengecam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh militer Israel karena terus-menerus melakukan Genosida," kata Ibrahim dilansir dari sejumlah laman, Jumat (27/6/2025).
Hal itu kemudian pun direspon oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang sempat mengeluarkan seruan boikot terhadap produk-produk yang dinilai pro Israel.
Sehingga, KFC pun mulai terkena dampaknya dan menyebabkan kinerja keuangannya terus memburuk.
"Nah, inilah awalnya yang membuat masyarakat itu mengikuti seruan boikot tersebut. Karena kita harus lihat bahwa di masyarakat muslim ini, apabila ulama besar memberikan suatu instruksi atau fatwa, itu pasti akan diikuti apalagi kebanyakan oleh kaum ibu," ujarnya.
Meskipun bukan hanya KFC yang merasakan dampak boikot ini, melainkan juga sejumlah produk pro Israel lainnya, namun Ibrahim mengakui bahwa dampak yang dirasakan oleh KFC akibat boikot ini sangat signifikan.
Berharap Konflik Israel-Palestina Selesai
Ilustrasi seruan boikot terhadap sejumlah produk Israel. [Instagram]
Namun, Ibrahim mennilai bahwa keputusan KFC untuk terus mempertahankan bisnisnya di Indonesia, didasarkan pada keyakinan Manajemen FAST bahwa perang Israel dan Palestina akan selesai, gelombang boikot mereda, dan kinerja bisnis KFC bisa kembali menjadi lebih baik.
"Sebagian dari kita melihat bahwa perang ini tidak mungkin selamanya. Mungkin perusahaan ini masih tetap mempertahankan KFC, karena KFC cukup bagus," kata Ibrahim.
"Kemudian karyawan masih dipertahankan, meskipun operasional mungkin membengkak. Karena mereka sepertinya meyakini bahwa tidak mungkin perang itu akan terus berkelanjutan. Nah mungkin ini yang dijadikan strategi oleh manajemen KFC sendiri," ujarnya.