Heboh Kasus di Masjid Agung Sibolga, Apa Hukum Tidur di Dalam Masjid?
Kasus yang mencakup seorang pelajar bernama Arjuna Tamaraya, 21 tahun, di Masjid Agung Sibolga, Sumatera Utara membuat miris semua pihak. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat dini hari, 31 Oktober 2025, sekitar pukul 03.30 WIB di halaman masjid tersebut.
Peristiwa berawal ketika Arjuna beristirahat di dalam masjid tanpa izin, lalu ditegur oleh seorang pria berinisial ZP alias A (57). Karena korban tetap tidur, ZP memanggil empat orang lainnya untuk menganiaya korban hingga tak berdaya, menyeretnya keluar, menginjak tubuhnya, melemparinya dengan buah kelapa, dan mengambil uang Rp10.000 dari sakunya.
Dari kasus yang terjadi tersebut, semua orang marah terkait bagaimana kasus tersebut terjadi di rumah Allah, tempat yang seharusnya aman bagi semua orang. Lalu apa hukumnya tidur di dalam masjid?
Hukum Tidur di Masjid
Ilustrasi masjid [ftnews-geminiai]Di jaman Nabi SAW, masjid Nabawi selalu terbuka untuk umum. Bahkan seorang sahabat bernama Thamamah, sebelum masuk Islam sering tidur dan bermalam di dalam masjid yang dibangun oleh Rasulullah SAW tersebut.
M Ishom El Saha, Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten di situs Kementerian Agama Menyebutkan, cerita di atas merupakan dalil yang dijadikan dasar Imam Syafii bahwa hukum tidur di dalam masjid adalah mubah (boleh). Pertimbangannya adalah kalau untuk non-muslim saja dibolehkan maka apalagi buat seorang muslim.
"Masjid selayaknya dikelola menjadi tempat yang ramah untuk siapa pun," tulisnya.
Sementara kini seiring dengan berdirinya bangunan masjid yang mentereng dan megah, oleh pengelolanya justru masjid diperlakukan secara eksklusif. Pintu masjid hanya terbuka pada waktu-waktu tertentu saja. Sehabis salat jamaah, pengelola menutup dan mengunci pintu masjid rapat-rapat. Alasannya masjid adalah tempat suci dan sakral.
Kebanyakan masjid pada saat ini diperlakukan hanya untuk kegiatan salat dan zikir saja. Anak-anak yang sedang tumbuh belajar tata cara beribadah, tatkala bercanda dan bermain di masjid mereka dimarahi dan diusir keluar. Orang yang tertidur dan tertidur di masjid diperingatkan dan bahkan dikeluarkan. Saat ini banyak masjid berdiri megah tetapi tidak ramah untuk jamaah.
"Padahal di dalam nas al-Quran dan hadits tidak ada satupun yang menjelaskan fungsi masjid hanya untuk peribadatan yang sakral semata. Sebaliknya ada banyak dalil yang menjelaskan fungsi masjid untuk kegiatan profan," tulisnya.
Misalnya Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah ra. beliau berlomba gulat dengan para sahabat di dalam masjid. Pada saat itu Umar bin Khattab belum berkenan namun setelah dia datang dan melihat Rasulullah bergulat di dalam masjid, maka Umar memakluminya.
Sebagai rumah-Nya Allah sepatutnya lebih didahulukan fungsi masjid yang ramah daripada fungsi masjid yang suci dan sakral. Masjid yang ramah dapat berfungsi menjadi tempat berteduh siapa pun yang memohon. Pertimbangan inilah yang dijadikan argumentasi mayoritas ulama Mazhab di dalam Islam untuk mebolehkan tidur di dalam masjid. Termasuk Mazhab Maliki, meski menghukumi makruh tidur di dalam masjid bagi mereka yang sudah memiliki tempat tinggal.
Cerita Keluarga Ali bin Abi Thalib
Ilustrasi - Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw 2025 Di Masjid Istiqlal. (Kemenag.go.id)Sementara alasan ulama yang secara umum mebolehkan tidur di dalam masjid, termasuk yang sudah memiliki tempat tinggal adalah hadits dengan latar sosial kehidupan keluarga Ali bin Abu Thalib. Pada suatu saat, Rasulullah bertandang ke kediaman putri beliau, yakni Fatimah ra. namun tidak mendapati suaminya, yaitu Ali.
Fatimah berkata: "Ada satu masalah di antara saya dengan dia, sehingga dia keluar rumah." Mendengar penjelasan putrinya, Rasulullah kemudian memerintahkan salah satu sahabat untuk mencari Ali; dan rupanya menantu Nabi itu tertidur pulas di dalam masjid dalam jubahnya tersiak dan terlumuri debu, baik posisi maupun pakaian Ali.
Setelah mendapat laporan Ali bin Abu Thalib berada di dalam masjid, Rasulullah SAW hendak menyambutnya dan kemudian berkata: “Bangunlah, Hai Abat-turab (Bapak yang berlumur debu)!” Inilah dalil boleh tidur di dalam masjid.
Dalam keterangan lain juga dijelaskan tentang kebiasaan Abdullah bin Umar di mana di masa kecil dan remajanya lebih banyak tidur di dalam masjid pada waktu malam.
“Hal ini menunjukkan bahwa masjid seharusnya terbuka dan ramah untuk siapa saja,” tutup M Ishom.