Iktikaf 10 Hari Terakhir Ramadan, Ini Syarat-Syarat Pelaksanaannya

Nasional

Selasa, 18 Maret 2025 | 07:51 WIB
Iktikaf 10 Hari Terakhir Ramadan, Ini Syarat-Syarat Pelaksanaannya
Masjid. (Pixabay @astama81)

Bulan Ramadan menjadi waktu untuk umat Islam memperbanyak pahala. Selain berpuasa, ada banyak amalan sunah yang bisa dikerjakan untuk mempertebal keimanan kepada Allah SWT.

rb-1

Salah satunya iktikaf yang berarti berdiam diri untuk beribadah kepada Allah SWT di dalam masjid. Tidak ada batasan kapan iktikaf dilaksanakan tapi paling disunahkan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan.

Jika kamu mau beriktikaf di masjid lebih baik memahami terlebih dahulu bagaimana pelaksanaan ibadah tersebut termasuk syarat-syaratnya. Meskipun, di beberapa masjid dilakukan bimbingan dan iktikaf dilakukan bersama-sama.

Baca Juga: Deretan Ide Kegiatan Tarhib Ramadhan 2025 di Masjid dan Sekolah, Mulai Lomba Hingga Pelatihan Imam Shalat Tarawih

rb-3

Masjid Nabawi. (Pixabay @Konevi)

Berikut ini syarat-syarat iktikaf seperti dikutip situs Kementerian Agama,:

A. Islam

Allah berfirman:

Baca Juga: Iktikaf, Mencari Keberkahan Nuzulul Qur'an

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلاوَهُمْ كَارِهُونَ (٥٤)

“Dan tidak ada yang menghalangi untuk diterimanya nafkah-nafkah mereka, melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak mengerjakan sembahyang melainkan dengan malas, dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” (At Taubah: 54).

Mafhum mukholafah-nya adalah syarat utama diterimanya amal ibadah apa pun adalah iman dan Islam.

B. Niat

Iktikaf seorang yang gila, mabuk, dan pingsan tidaklah sah karena mereka tidak mampu berniat, tidak pula berakal. Padahal Rasulullah SAW"

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ

“Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya“ (HR. Bukhari, no: 1, Muslim, no: 1907).

Disyariatkannya niat adalah untuk membedakan adat dan syariat. Orang yang mabuk, gila, pingsan, dan tidak berakal tidak sah karena mereka tidak berniat.

C. Suci dari haid dan nifas

Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا (٤٣)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi” (An Nisa: 43).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,

“Allah tabaraka wa ta’ala melarang para hamba-Nya yang beriman mengerjakan salat dalam keadaan mabuk sehingga dia tidak mengetahui makna surat yang dibacanya. Demikian pula Dia melarang mereka yang junub mendekati tempat salat, yaitu masjid kecuali hanya sekedar lewat dari satu pintu ke pintu yang lain tanpa berdiam di dalamnya” (Tafsir Quran al-’Azhim).

Dalil lain adalah sabda Nabi SAW kepada Aisyah radhiallahu ‘anha yang tengah melaksanakan ihram kemudian tertimpa haid,

افْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

“Kerjakanlah apa yang dikerjakan seorang yang berhaji, namun janganlah engkau bertawaf di Bait al-Haram hingga kamu suci” (HR. Bukhari, Muslim).

Lalu perkataan Aisyah radhiallahu ‘anha,

كُنَّ الْمُعْتَكِفَاتُ إذَا حِضْنَ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِخْرَاجِهِنَّ عَنْ الْمَسْجِدِ

“Kami wanita yang beritikaf, apabila mengalami haid, maka sallallahu alaihi wasallam akan memerintahkan untuk mengeluarkannya dari masjid.” (Ibnu Jarir dalam Al Mughni 5/174 menisbatkan riwayat ini pada Abu Hafsh al ‘Akbari dan dia berkata, “sanad riwayat ini jayyid.”)

Seorang wanita yang mengalami isthadhah diperbolehkan beriktikaf berdasarkan hadis Aisyah radhiallahu ‘anha,

اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – امْرَأَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ ، فَكَانَتْ تَرَى الدَّمَ وَالصُّفْرَةَ ، وَالطَّسْتُ تَحْتَهَا وَهْىَ تُصَلِّى

“Salah seorang istri Nabi sallallahu alaihi wasallam beriktikaf bersama beliau dalam keadaan ber-istihadhah. Istri beliau tersebut mengeluarkan darah dan lendir berwarna kuning, dia mengerjakan salat dan di bawah tubuhnya terdapat bejana (untuk menampung darah tersebut)” (HR. Bukhari, no: 304).

Ilustrasi. (Pixabay @hisalman)

D. Bagi wanita, memperoleh izin dari suami dan aman dari fitnah

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha

قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ أَنْ تَعْتَكِفَ فَأَذِنَ لَهَا فَضَرَبَتْ فِيهِ قُبَّةً

“Rasulullah sallallahu alaihi wasallam senantiasa beriktikaf di bulan ramadan. Apabila beliau selesai melaksanakan salat Subuh, beliau masuk ke dalam tempat iktikaf. (Salah seorang perawi hadis ini mengatakan), “Maka Aisyah pun meminta izin kepada Nabi untuk beriktikaf. Beliau pun mengizinkannya dan Aisyah pun membuat kemah di dalam masjid” (HR. Bukhari, no: 1936).

وَسَأَلَتْ حَفْصَةُ عَائِشَةَ أَنْ تَسْتَأْذِنَ لَهَا

“Hafshah meminta bantuan Aisyah agar memintakan izin baginya kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam (untuk beriktikaf)” (HR. Bukhari, no: 1940).

E. Dilaksanakan di masjid, lebih utama lagi jika dilakukan di masjid yang dilaksanakan salat Jumat di dalamnya

Firman Allah SWT:

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ (١٨٧)

“Dan janganlah kalian mencampuri mereka (para wanita), sedang kalian beriktikaf dalam masjid” (Al Baqarah: 187).

Hadis Aisyah radhiallahu ‘anha menyatakan bahwa ketika Nabi sallallahu alaihi wasallam beriktikaf, beliau mengeluarkan kepalanya dari masjid agar dapat disisir oleh Aisyah dan beliau tidak masuk ke dalam rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak (HR. Bukhari: 1925, Muslim: 297).

Ijmak yang diklaim oleh sejumlah ulama, Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,

أجمع العلماء على أن الاعتكاف لا يكون في إلا في المسجد

“Ulama bersepakat bahwa iktikaf hanya boleh dikerjakan di dalam masjid” (Al Jami’ li Ahkam Al Quran 2/324).

Masjid di Indonesia dibedakan menjadi 2 yaitu masjid jamik yang digunakan untuk salat Jumat, dan masjid biasa yang kadang disebut dengan musala, langgar, dll.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan,

لا اعتكاف إلا في مسجد تجمع فيه الصلوات

“Tidak ada iktikaf melainkan di masjid yang di dalamnya ditegakkan salat berjamaah.” (HR. Abdullah ibn Ahmad dalam Masailnya 2/673 dari ayah beliau (imam Ahmad))

Lebih disukai jika hal itu dilaksanakan di masjid jamik (masjid yang juga digunakan untuk salat Jumat). (Al Majmu’ 6/480).

Tag Masjid Iktikaf syarat iktikaf

Terkini