Inilah Bedanya Perhitungan Puasa NU dengan Muhammadiyah
Lifestyle

NU dan Muhammadiyah memiliki cara perhitungan yang berbeda untuk menentukan awal puasa. Nu menggunakan metode rukyatul hilal (pengamatan langsung) dengan menggunakan Hisab Hakiki Imkan Rukyat sebagai pembantu, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal.
Mengutip dari halaman islam.nu.or.id, Rukyatul hilal dilakukan dengan cara mengamati penampakan hilal yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtima’, yaitu kondisi saat matahari dan bulan dalam satu bujur yang sama. NU dengan konsisten menggunakan metode ini, meskipun juga tidak mengabaikan hisab sebagai alat bantu.
NU dalam menggunakan metode Hisab Hakiki Imkan Rukyat sebagai alat bantu, menetapkan ketinggian hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat (3-6.4). hal ini sesuai dengan criteria terbaru yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Medan Sekitarnya, Kamis 13 Maret 2025
Metode penentuan awal bulan Hijriah, baik untuk menandai permulaan bulan Ramadan, Syawal, atau bulan lainnya, harus didasarkan pada penglihatan bulan secara fisik (rukyatul hilal bil fa’li). Hilal diamati pada hari ke-29 malam ke-30. Jika hilal tak terlihat, maka malam itu masuk tanggal 30.
Sedangkan Muhammadiyah tidak melakukan ru’yatul hilal atau pengamatan hilal secara langsung. Mereka menentukan awal bulan hijriah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, dengan keberadaan hilal di atas ufuk saat terbenam matahari pada hari ke-29, meskipun hanya 0,1 derajat.
Metode hisab atau Hisab Hakiki Wujudul Hilal merupakan perhitungan posisi matahari dan bulan secara ilmu falak untuk menentukan wujudnya hilal sebagai penanda bulan baru Hijriah. Bulan baru terjadi jika ketinggian hilal sudah di atas nol derajat dan terjadi ijitima’ sebelum matahari terbenam.
Baca Juga: Nutrisi saat Sahur dan Berbuka yang Bisa Pulihkan Energi
Bagi Muhammadiyah, hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab hakiki kriteria imkanur rukyat. Jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat terbenam matahari, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka eseknya adalah hari pertama bulan baru.
Metode ini menekankan bahwa hilal dapat ditemukan meskipun tidak dapat diliat dengan mata telanjang selama memenuhi tiga syarat. Apabila ada satu syarat yang tidak terpenuhi, maka waktu tersebut belum masuk bulan baru.