Jaksa Tanggapi Pembelaan Heru Hidayat Terkait Tuntutan Pidana Mati

Forumterkininews.id, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menanggapi pembelaan (pleidoi) dari Terdakwa Heru Hidayat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012-2019.

JPU gabungan Kejaksaan Agung bersama Kejari memberikan sanggahan atau replik atas pleidoi dari penasehat hukum dan terdakwa tentang tuntutan pidana mati dengan menggunakan dalil Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Untuk menuntut terdakwa dihukum mati. Padahal pasal tersebut tidak didakwakan,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Jumat (17/11/2021).

Ia menjelaskan dalam kasus dugaan korupsi PT Asabri, terdakwa Heru Hidayat didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Kemudian pada saat di persidangan tersebut telah ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

“Sedangkan pemberatan di Pasal 2 UU Tipikor termuat di dalam ayat 2, hal ini sejalan dengan pandangan yang diberikan Satjipto Rahardjo yang memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresif-nya,” paparnya.

Dimana, hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual saja. Sehingga pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium dapat diberikan pemaknaan lain dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum.

“Hal tersebut guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat,” sambungnya.

Lebih lanjut kata Leonard, pada pemeriksaan perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materil. Sehingga Hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut.

Sementara di dalam KUHAP, tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa.

Menurutnya, hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan atas perkara yang diperiksa di persidangan. Putusan hakim dalam perkara pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.

“Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik,”tuturnya.

Selain itu, dalam repliknya, JPU menyampaikan bahwa akibat perbuatan terdakwa Heru Hidayat dalam perkara korupsi PT Asabri, telah menimbulkan kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah seluruhnya Rp22.78 triliun.

BACA JUGA:   Instagram Diretas Akun Penipu Jual Ponsel, AJI Lapor Polisi

“Di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp12,64 triliun,” tegasnya.

Bahkan nilai kerugian keuangan negara dan atriubusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru Hidayat sangat jauh diluar nalar kemanusiaan dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat.

Kemudian, terdakwa Heru Hidayat pada perkara lain yaitu perkara Tindak Pidana Korupsi PT Jiwasraya juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan nilai kerugian keuangan negara yang juga sangat fantastis.

“Merugikan keuangan sebesar Rp16,80 triliun. Dengan atribusi yang dinikmati oleh terdakwa Heru seluruhnya sebesar Rp10,72 triliun,” imbuhnya.

Selain itu, skema kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa Heru Hidayat baik dalam perkara a quo maupun dalam perkara korupsi sebelumnya pada PT Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated, karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan “berulang-ulang”.

Selanjutnya melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrument pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam system pasar modal, serta menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas.

“Perbuatan Terdakwa telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum,” ujar Leonard.

Bahkan, jaksa menilai Heru tidak memiliki sedikitpun empati dengan beritikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah.

“Terdakwa Heru dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas pebuatan yang telah dilakukannya, “telah jelas” mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan,” pungkas Leonard.

Artikel Terkait