Krisis Air Makin Nyata, Dunia Perlu Atasi Bersama

FTNews – Dunia perlu membangun komitmen bersama mengatasi krisis air yang semakin nyata akibat perubahan iklim. Setiap negara perlu berkomitmen tanpa kecuali. Sebab persoalan air menjadi ancaman serius bagi seluruh dunia.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, butuh komitmen bersama mengatasi krisis air yang makin nyata akibat perubahan iklim itu.

“Masalah air menjadi masalah seluruh negara. Semua terdampak sehingga setiap negara harus bekerja lebih cerdas. Seperti mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi ke dalam proses politik dan juga regional tanpa mengabaikan kearifan lokal setiap negara,” kata Dwikorita dalam World Water Forum, di Bali baru-baru ini.

Dwikorita memaparkan sejumlah fakta perubahan iklim. Di antaranya berdasarkan data analisis peta global menunjukkan bahwa debit rata-rata air sungai pada tahun 2022 pada posisi normal hanya 38 persen.

Sementara itu banyak debit air sugai yang keluar menuju laut berada pada level di bawah normal atau jauh di bawah normal. Artinya daerah tersebut mengalami kekeringan. Di lain sisi, lanjut dia, terdapat daerah di dunia yang memiliki debit air sungai melampaui normal atau surplus sedang terjadi kebanjiran.

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini, menyebut perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global. Perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati. Foto: Antara

Memicu Konflik

Apabila penanganan persoalan ini tidak disertai komitmen politik yang kuat, maka dampaknya akan sangat besar. Dapat memicu terjadinya konflik yang berimplikasi terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.

Ia pun mengajak seluruh peserta untuk belajar dari apa yang telah The Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO lakukan. Di mana selama 20 tahun telah berhasil mengatasi ketakutan akan bahaya tsunami yang dapat melanda setiap negara.

BACA JUGA:   IKN Batasi 2 Juta Penghuni, Kepadatannya Bakal Mirip Bali

Hal tersebut dapat tercapai karena adanya upaya integrasi sains dan teknologi ke dalam proses politik dan regional. Mekanisme ini relevan membuat isu-isu iklim dan krisis air dapat dicari solusinya sehingga menghasilkan sebuah upaya bersama di setiap negara.

Dwikorita menegaskan, dalam menghadapi tsunami tentunya tidak boleh melupakan kearifan lokal di setiap daerah dan negara.

Mengacu data Badan Kesehatan Dunia (WHO) terdapat 2 miliar orang di dunia hidup tanpa akses air bersih di tahun 2017. Perkiraannya ada 1 dari 4 orang kekurangan air minum yang layak.

Lalu Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mencatat di tahun 2019 sebanyak 2,2 miliar orang atau seperempat populasi dunia masih kekurangan air minum yang aman mereka konsumsi. Hal ini memperkuat bukti kalau permasalahan krisis air makin nyata.

Artikel Terkait