Mobile Ad
Hari Ini Tiga Tahun Lalu, Pesawat Sriwijaya Air 182 Jatuh di Kepulauan Seribu

Selasa, 09 Jan 2024

FTNews - Tiga tahun lalu tepatnya 9 Januari 2021, Indonesia dibuat geger atas sebuah tragedi kecelakaan pesawat yang menewaskan seluruh penumpang di dalamnya.

Tragedi naas itu adalah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182.

Sriwijaya Air SJ 182 merupakan penerbangan penumpang domestik berjadwal di Indonesia yang dioperasikan oleh Sriwijaya Air.

Penerbangan tersebut berangkat dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta ke Bandar Udara Internasional Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.

Petugas gabungan mengangkat jasad korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182.






Saat kejadian, pesawat jatuh ke perairan Kepulauan Seribu empat menit setelah lepas landas, menewaskan seluruh 62 orang di dalamnya.
Penyebab Kecelakaan

Setahun lebih berlalu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengungkapkan hasil investigasi kecelakaan pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak itu.

Menurut Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo, kesimpulan dari hasil investigasi pihaknya, ada 6 penyebab kecelakaan tersebut.

"Dalam sistem perbaikan pesawat udara ada trouble shooting satu satu komponen diganti yang rusak atau ada komponen lain ini mengikuti prosedur Boeing atau IMM, perbaikan itu belum mencapai bagian mekanikal karena proses penggantian komponen," jelasnya dalam RDP Komisi V DPR RI, Kamis (3/11/2022) lalu.

Rapat komisi V DPR RI (Foto: Forumterkininews.id/Sarah Fiba)

“Kesimpulan ini untuk mengurutkan bukan menjadi penyebab pertama, kedua atau seterusnya tapi kami urutkan berdasarkan mana yang terjadi lebih dulu,"imbuhnya.

Kedua, thrust lever kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal dan thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.

”Ketiga, keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CSTM) memutus auto-throttle pada saat pesawat terjadi asymmetry karena flight spoiler memberikan nilai yang rendah berakibat pada asymmetry semakin besar,”paparnya.

Lalu keempat, Nurcahyo menjelaskan karena adanya rasa percaya dengan sistem automasi yang mendukung opini membuat dikuranginya monitor pada instrumen, dan tidak sadar ada asimetri dan terjadi penyimpangan penerbangan.

Selain itu pesawat akhirnya berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan. Sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindak pemulihan tidak sesuai.

“Dan keenam, belum adanya aturan dan panduan tentang upset prevention and recovery training (UPRT) mempengaruhi proses pelatihan yang diberikan maskapai. Untuk menjamin kemampuan pilot mencegah dan memulihkan kondisi upset (kondisi pesawat tidak diinginkan pilot) secara efektif dan tepat waktu,”paparnya.




Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement