Mengenal Superposisi Kuantum yang Jadi Google Doodle Hari Ini, Albert Einstein: Tuhan Tidak Bermain Dadu

14 April, 2025 | 16:17:20

Superposisi Kuantum jadi Google Doodle hari ini. [Google]

Hari ini, 14 April 2025, Google Doodle memperingati Hari Kuantum Sedunia dengan menampilkan tema superposisi kuantum.

Doodle ini menggunakan ilustrasi thaumatrope, alat optik kuno berupa cakram dengan dua gambar berbeda di kedua sisinya.

Saat diputar cepat, gambar-gambar tersebut tampak menyatu, menggambarkan konsep superposisi kuantum, di mana partikel dapat berada dalam beberapa keadaan sekaligus hingga diukur.

Tanggal 14 April dipilih karena mewakili tiga digit pertama konstanta Planck (4,14×10⁻¹⁵ eV·s), yang fundamental dalam fisika kuantum.

Peringatan ini juga menghormati penemuan efek fotolistrik oleh Albert Einstein, yang menjadi dasar fisika kuantum modern dan memberinya Nobel Fisika 1921.

Google Doodle ini bertujuan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya fisika kuantum dalam teknologi seperti komputer kuantum dan kriptografi.

Apa Itu Superposisi Kuantum

Superposisi kuantum adalah prinsip dalam mekanika kuantum di mana sebuah sistem, seperti partikel (misalnya elektron atau foton), dapat berada dalam kombinasi beberapa keadaan sekaligus hingga diukur.

Misalnya, sebuah partikel bisa berada dalam keadaan "spin atas" dan "spin bawah" secara bersamaan. Ketika diukur, sistem akan "runtuh" ke salah satu keadaan tertentu dengan probabilitas tertentu.

Konsep ini digambarkan secara matematis dengan fungsi gelombang dan merupakan dasar fenomena seperti belitan kuantum (entanglement) dan interferensi. Salah satu ilustrasi terkenal adalah kucing Schrödinger, yang secara teoretis bisa "hidup" dan "mati" sekaligus hingga diamati.

Superposisi Kuantum Bikin Bingung Einstein

Teori superposisi kuantum memang membingungkan Albert Einstein, hingga keluar ucapan terkenalnya, "Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta."

Einstein kesulitan menerima sifat probabilistik mekanika kuantum, termasuk superposisi, di mana partikel bisa berada dalam beberapa keadaan sekaligus hingga diukur.

Pada tahun 1935, Einstein bersama Boris Podolsky dan Nathan Rosen menerbitkan makalah yang dikenal sebagai paradoks EPR (Einstein-Podolsky-Rosen).

Mereka berargumen bahwa mekanika kuantum tidak lengkap karena superposisi dan belitan kuantum (entanglement) mengimplikasikan adanya "aksi jarak jauh yang menyeramkan" (spooky action at a distance), yang menurut mereka bertentangan dengan prinsip lokalitas—bahwa efek fisik hanya bisa terjadi melalui interaksi lokal.

Fisikawan Albert Einstein. [instagram]

Einstein lebih mempercayai teori deterministik, di mana semua keadaan alam semesta bisa diprediksi dengan pasti, bukan ditentukan oleh probabilitas seperti dalam mekanika kuantum.

Superposisi, yang memungkinkan partikel berada dalam kombinasi keadaan (misalnya, hidup dan mati sekaligus dalam kasus kucing Schrödinger), terasa tidak masuk akal baginya.

Dia berpendapat bahwa pasti ada "variabel tersembunyi" yang menentukan keadaan sebenarnya, bukan ketidakpastian murni.

Namun, eksperimen seperti uji Bell (mulai 1960-an) menunjukkan bahwa korelasi dalam belitan kuantum tidak dapat dijelaskan oleh variabel tersembunyi lokal, mendukung interpretasi mekanika kuantum.

Meski begitu, Einstein tetap skeptis hingga akhir hayatnya, dan kutipan "Tuhan tidak bermain dadu" menjadi simbol perlawanannya terhadap sifat acak dan non-deterministik superposisi serta mekanika kuantum secara keseluruhan.

Topik Terkait: