Mesir Tahan Aksi Global March to Gaza, Zaskia Adya Mecca Ungkap Penyebabnya
Lifestyle

Para aktivis dari berbagai penjuru dunia berkumpul dalam satu misi yang sama: mengakhiri penderitaan rakyat Gaza. Aksi Global March to Gaza digelar sebagai bentuk perlawanan damai atas blokade yang dilakukan Israel sejak serangan 7 Oktober 2023 lalu.
Tujuan mereka satu yakni menembus belenggu di perbatasan Gaza dan menyalurkan bantuan kemanusiaan secara langsung. Blokade ketat terhadap Gaza menyebabkan bantuan makanan, obat-obatan, hingga logistik dasar tak mampu menjangkau warga sipil Palestina.
Dua tahun berlalu, kondisi di Gaza kian memburuk. Masyarakat internasional pun mulai murka atas kekejaman Israel di Palestina, hingga akhirnya muncul gelombang solidaritas melalui aksi jalan kaki besar-besaran menuju Rafah, gerbang yang menghubungkan Mesir dan Gaza.
Figur Publik Tanah Air Turut Menyerukan Kemanusiaan
Para aktivis dari Indonesia ikut aksi Global March to Gaza. [Instagram/@zaskiaadyamecca]Dari ribuan aktivis yang bergabung, sejumlah tokoh dari Indonesia ikut dalam barisan aktivis Indonesia dukung Palestina. Sosok Zaskia Adya Mecca, bersama Ratna Galih, Indadari, Wanda Hamidah, dan enam WNI lainnya, memutuskan berangkat ke Mesir untuk bergabung dalam aksi.
Mereka bertolak dari Indonesia menuju Kairo pada Kamis, 12 Juni 2025. Setelahnya, Zaskia dan rombongan menempuh perjalanan sejauh 50 kilometer ke arah gerbang Rafah, lokasi utama blokade yang ingin ditembus para aktivis.
Aksi Global March to Gaza mencapai puncaknya pada 15 Juni 2025. Para aktivis tiba di depan gerbang Rafah dan menyuarakan tuntutan agar akses masuk bantuan ke Gaza dibuka sepenuhnya.
Namun kenyataan di lapangan jauh dari harapan. Pemerintah Mesir menanggapi aksi ini dengan pengamanan ketat. Puluhan aktivis ditahan, bahkan dideportasi ke negara asal masing-masing. Situasi di sekitar Rafah pun memanas.
Zaskia Adya Mecca Ungkap Situasi Tegang di Rafah
Dilihat dari postingan Instagram miliknya, Zaskia Adya Mecca mengungkapkan ketegangan di Rafah. "Oke, Ku sudah mulai bisa bercerita.. Kami sign up sebagai peserta secara resmi, under kontingen dari Malaysia. Karena telat daftar, jadi sudah tidak bisa tambah perwakilan utama atas nama Indonesia. Gak masalah, selama bisa terlibat di long march," tulis Zaskia Adya Mecca lewat unggahannya.
Ia mengisahkan bahwa dokumentasi aksi dilakukan secara resmi, dengan briefing yang transparan dari panitia, namun tetap dengan risiko besar.
"Semua dokumen, briefing dari panitia sangat clear, risiko apa pun ditanggung masing-masing, ini adalah gerakan perdamaian dari seluruh dunia, tapi dengan risiko tinggi. Dan panitia masih terus dalam proses negosiasi dengan pemerintahan Mesir yang cukup alot," sambungnya.
Meski tidak langsung dideportasi, Zaskia dan kelompoknya mengalami tekanan. Hotel tempat mereka menginap didatangi aparat keamanan Mesir. Ia mengungkapkan rasa khawatirnya terhadap tindakan yang bisa diambil sewaktu-waktu.
"Baca grup long march sudah banyak aktivis yang ditangkap, ada yang ditahan tapi juga ada yang dipulangkan," ujar Zaskia. "Tapi proses imigrasi kami tergolong sangat smooth, jadi kita udah bersyukur seenggaknya gak langsung dideportasi seperti kebayakan peserta lain. Sampai di hotel malam-malam vibenya sudah gak enak. Ada polisi yang langsung mencatat semua passpor dan berbicara serius sambil melihat kami dengan staff hotel," sambungnya.
Mesir Nyatakan Aksi Ilegal, Aktivis Dikawal Ketat
Pemerintah Mesir kemudian menyatakan bahwa aksi Global March to Gaza dianggap sebagai kegiatan ilegal. Imbasnya, aparat diberi kewenangan penuh untuk menangkap peserta aksi. Zaskia mengaku sempat merasa seperti terkunci pergerakannya karena penjagaan yang luar biasa ketat.
"Sudah harus bertindak tepat, apalagi baca pergerakan tetap berjalan. Semua ambil resiko. Tapi situasi kami lebih sulit, seolah terkunci untuk bergerak karena sekitar 20 polisi, intel, mobil polisi bahkan mobil tahanan siap di depan bus, khusus disiapkan untuk kami ber-10," pungkas Zaskia.