Nusron Wahid Sebut 193 Sertifikat di Laut Tangerang Telah Dibatalkan, Oknum Terlibat akan Dipecat
Hukum
.jpeg)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menyampaikan sebanyak 193 sertifikat laut di Tangerang, telah dibatalkan.
Hal ini disampaikan Nusron Wahid usai dipanggil Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2/2025).
"193 sertifikat yang terbit di atas laut (Tangerang) telah dibatalkan secara sukarela oleh pemegang sertifikat," katanya seperti dilansir FT News dari laman resmi presiden.ri.go.id, Selasa (18/2/2025).
Baca Juga: Gus Miftah Tegaskan Bakal Urus Toleransi Keberagaman
Nusron membeberkan terkait modus operandi dalam kasus pemindahan peta bidang tanah ke laut, bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh oknum di tingkat bawah.
"Modusnya ada orang ada sertifikat, jumlahnya 89 sertifikat, dimiliki 84 orang, jumlahnya 11,6 hektare. Nah ini NIB (Nomor Induk Bidang)-nya dipakai dipindah ke laut jumlahnya 79 hektare, dari 11,6 pindah ke laut yang luasnya 79,6 hektare," katanya.
"Yang semula pemiliknya ada 84 pemilik menjadi 11 pemilik yang salah satu diantara pemiliknya itu adalah oknum kepala desa sekitar," sambungnya.
Baca Juga: Gas Pak Menteri! Bersih-bersih Internal, Menag Nasaruddin Umar Gandeng KPK, Kejaksaan dan Intelijen: Jangan Main-main...
Nusron memastikan bahwa seluruh data terkait kasus laut di Tangerang tersebut telah diserahkan dan proses investigasi telah dilakukan.
“Sudah kita serahkan semua data-datanya baik yang di Tangerang maupun Bekasi. Yang Bekasi pun proses investigasi terhadap aparat kita juga sudah selesai. Mungkin besok atau lusa saya umumkan ada beberapa orang yang akan diberhentikan juga yang di Bekasi,” ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, masih Nusron menyampaikan juga dibahas mengenai tumpang tindih kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi pertanahan di masa lalu.
Menurut Nusron, banyak sertifikat yang terbit pada periode 1960-1987 tidak memiliki peta bidang tanah yang jelas, sehingga menimbulkan permasalahan kepemilikan di kemudian hari.
“Karena memang problemnya itu di tahun 1960-1987 ini banyak sekali ada sertifikat tidak ada peta bidang tanahnya, yang ada hanya gambar tanah tapi tidak jelas alamatnya di mana,” ujarnya.