Peserta JKN Wajib Tahu: Kekosongan Stok Obat Tanggung Jawab Rumah Sakit dan Wajib Sediakan Obat Pengganti

Para peserta BPJS Kesehatan, pernah kah Anda mengalami sehabis berobat kemudian memberikan resep ke apotik RS, kemudian diberi tahu bahwa obat yang diresepkan stoknya sedang kosong dan kita diminta membeli sendiri di apotik di luar rumah sakit?
Pasti pernah ya, meski – mungkin – tidak sering. Tapi intinya, kita terpaksa merogok kocek sendiri untuk membeli obat yang diresepkan. Padahal, kata Humas BPJS Kesehatan, kekosongan stok obat adalah tanggung jawab rumah sakit. Pasien tidak dikenakan biaya tambahan untuk mendapatkan obat yang diresepkan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menegaskan apabila terjadi kekosongan stok obat, maka rumah sakit wajib bertanggung jawab menyediakan obat pengganti/sinonim dengan kandungan dan zat aktif yang sama. Ia menyebut, obat yang diberikan kepada peserta tetap dijamin dalam Program JKN sehingga peserta tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan, katanya dilansir laman BPJS Kesehatan.
RS Dilarang Bebani Biaya Tambahan pada Peserta JKN
Ilustrasi/Foto: Abdul batin, pexels.com
Bukan hanya itu, rumah sakit juga tidak boleh membebani biaya tambahan atas obat yang diberikan kepada peserta JKN. Ketentuan ini juga sejalan dengan Janji Layanan JKN yang menekankan bahwa seluruh manfaat JKN harus diberikan tanpa diskriminasi dan tanpa pungutan biaya tambahan.
"Ini adalah wujud nyata dari amanah konstitusi, di mana negara hadir untuk memberikan perlindungan sosial kepada seluruh rakyatnya. Di momen kemerdekaan ini, kami ingin memastikan bahwa setiap peserta JKN mendapatkan haknya secara penuh, tanpa terkendala pembiayaan terhadap obat," jelas Rizzky.
Obat Fornas
Ilustrasi/Foto: istimewa, kesmas-id
Di bagian lain ia membeberkan, bagi peserta BPJS Kesehatan, kepastian ketersediaan obat bukan sekadar memenuhi kebutuhan aspek medis, tetapi juga jaminan rasa aman.
Seluruh obat yang masuk ke dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional diatur khusus dengan Keputusan Menteri Kesehatan yang disebut obat Formularium Nasional (Fornas).
Ia menjelaskan, Fornas disusun oleh para ahli farmakologi yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan, dan keputusan pemilihan obat berdasarkan bukti ilmiah mutakhir, serta didasarkan pada obat yang memberikan khasiat, aman, dan terjangkau.
Fornas tersebut disusun oleh Komite Nasional Fornas sesuai SK Menkes RI, yang terdiri dari praktisi, akademisi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan pihak terkait lainnya.
“Seluruh obat yang dijamin Program JKN sudah melalui proses seleksi yang ketat sesuai kebutuhan medis penduduk Indonesia. Dengan adanya Fornas, diharapkan dapat memastikan mutu dan efektivitas pengobatan, meningkatkan penggunaan obat yang rasional, mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, serta memudahkan perencanaan dan penyediaan obat," kata Rizzky, dilansir laman BPJS Kesehatan.***