Royalti Tak Hanya untuk Lagu, Suara Alam Rekaman Juga Bisa Kena Biaya
Nasional

Para pelaku usaha di bidang kuliner seperti restoran dan kafe perlu memahami secara lebih mendalam soal aturan pemutaran audio di tempat usaha mereka.
Tak hanya lagu populer, ternyata suara alam pun bisa menimbulkan kewajiban membayar royalti jika digunakan sebagai latar musik atau background sound.
Hindari Putar Lagu Berhak Cipta, Pemilik Usaha Beralih ke Suara Alam
Baca Juga: Vokalis Juicy Luicy Izinkan Lagu Dibawakan Bebas di Café, Tak Perlu Bayar Royalti
Belakangan, sejumlah pemilik bisnis mencoba menghindari risiko hukum dari penggunaan lagu-lagu berhak cipta dengan mengganti latar musik di tempat mereka menjadi suara-suara alam, seperti kicauan burung, gemericik air, atau suara hutan.
Langkah ini dilakukan demi menghindari kewajiban membayar royalti musik. Namun ternyata, strategi ini tidak sepenuhnya bebas royalti.
LMKN: Suara Alam Juga Bisa Kena Royalti
Baca Juga: Rayen Pono Soroti Gugatan Pencipta Lagu ke Penyanyi, Singgung Kasus Vidi Aldiano
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa suara alam yang diputar di tempat usaha tetap bisa dikenai kewajiban membayar royalti, tergantung dari siapa yang merekam suara tersebut.
“Kalau dia putar suara burung atau suara apa pun, itu ada hak dari produser fonogram-nya,” jelas Dharma pada Minggu, 3 Agustus 2025.
Produser fonogram adalah pihak yang merekam dan memproduksi audio rekaman, termasuk rekaman suara alam. Oleh karena itu, rekaman tersebut termasuk dalam karya cipta fonogram yang memiliki hak terkait.
Pemilik Usaha Wajib Bayar Royalti atas Rekaman, Bukan Bunyi Aslinya
Ilustrasi Musik (Pixabay)
Dharma menjelaskan bahwa yang dikenai kewajiban royalti bukan suara alam aslinya, melainkan materi rekaman suara tersebut. Jika pemilik usaha memutar hasil rekaman komersial (misalnya CD, file audio streaming, atau rekaman digital), maka hak atas rekaman itu dimiliki oleh produser dan wajib dibayarkan royalti.
“Produser yang merekam itu punya hak terkait, hak terhadap materi rekaman itu,” tambahnya.
Artinya, meskipun yang diputar bukan lagu populer, tapi tetap berupa rekaman yang diproduksi secara profesional, maka hal itu tetap terikat hukum hak terkait, dan pemilik usaha wajib menghormatinya dengan pembayaran royalti yang sah.
Pembayaran Royalti Melalui LMKN
Ilustrasi musik (Pixabay)
Bagi para pelaku usaha, pembayaran royalti ini dapat dilakukan secara langsung melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang menjadi perantara antara pemilik karya dan pengguna.
Tak hanya untuk karya dalam negeri, LMKN juga menjalin kerja sama internasional sehingga bisa menyalurkan royalti lagu-lagu asing secara resmi dan legal.
Mengganti lagu dengan suara alam bukan berarti bebas dari kewajiban royalti, terutama jika suara alam tersebut merupakan hasil rekaman yang diproduksi oleh pihak ketiga.
Pemilik restoran, kafe, dan tempat usaha lainnya perlu memahami aturan hak cipta dan hak terkait, agar tidak melanggar hukum secara tidak sengaja.
Untuk mencegah pelanggaran dan menjalankan usaha secara legal, pelaku bisnis disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan LMKN atau lembaga terkait lainnya dalam pengelolaan audio komersial.