Sidak 731 Klinik, BPOM RI Temukan 51.791 Kosmetik Berbahaya
Kesehatan

FTNews - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan pengawasan dan investigasi terhadap 731 klinik kecantikan. Hasilnya, mereka menemukan 51.791 kosmetik berbahaya.
Pengawasan ini dilakukan pada 19-23 Februari 2024. Puluhan ribu kosmetik berbahaya itu diedarkan klinik dan termasuk kategori berbahaya. Total jumlah nilai ekonominya sebesar Rp2,8 miliar.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan POM RI, Mohamad Kashuri mengatakan, pengawasan ini memang menargetkan klinik kecantikan.
Baca Juga: Sambut Imlek, Warga Tionghoa di Blitar Bersihkan Patung
"Yang kita periksa adalah produknya. Kenapa dikelilingi pak? Balik lagi, ternyata para wanita kita itu lebih banyak mengunjungi klinik kecantikan dan hasil pengawasan kami sebelumnya juga dikelilingi klinik kecantikan, kita temukan produk yang tidak memiliki ketentuan," ujarnya di Jakarta, Rabu (3/4).
"Yang kita periksa tidak hanya klinik kecantikan yang hanya usaha melayani estetika saja, yang kita periksa juga klinik kecantikan yang juga berperan atau bertindak sebagai Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN) Kosmetik," tambahnya.
Adapun 51.791 kosmetik, ujar Kashuri, tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan berbahaya. Selain itu terdapat juga produk kedaluwarsa dan produk injeksi kecantikan.
Baca Juga: Bunga Zainal Diduga Ditipu Rp 15 Miliar, Kini Berusaha Hidup Irit
Kosmetik Ilustrasi di klinik kecantikan. Foto: Shutterstock
Dari 731 klinik kecantikan, sekitar 33 persen di antaranya, kata Kashuri, menggunakan atau menjual kosmetik yang tidak memenuhi syarat. Temuan ini lebih kecil dari tahun lalu. Namun, pihaknya berharap temuan itu terus mengalami penurunan di bawah 1 persen.
"Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, alhamdulillah tahun lalu 41 persen yang tidak memenuhi syarat, jadi ada progres turun 8 persen," katanya.
Kashuri melanjutkan, dari 33 persen klinik kecantikan, sekitar 11,5 persen atau 5.937 menggunakan produk yang mengandung bahan berbahaya. Selain itu, 4,8 persen menggunakan produk skincare tidak sesuai ketentuan.
Sebanyak 73 persen atau setara 37.998 kosmetik tidak memiliki izin edar. Terdapat juga obat injeksi yang disuntik seperti, vitamin c dan obat kedaluwarsa sekitar 0,2 dan10 persen.