Sinopsis Pengepungan di Bukit Duri, Film Baru Joko Anwar yang Diproduksi PH James Bond

Mulai Kamis (17/4/2025) kemarin, bioskop Indonesia resmi diramaikan satu film baru karya sineas Tanah Air berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Film ini merupakan karya teranyar sutradara kawakan Joko Anwar.

Tayang di awal 2025, Joko Anwar telah menggarap naskah Pengepungan di Bukit Duri sejak 2007 lalu. Joko menyebut cerita Pengepungan di Bukit Duri cocok untuk dirilis sekarang karena relevan dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini.

Mengambil setting 2027, Pengepungan di Bukit Duri menggambarkan kondisi Indonesia dalam krisis sosial akibat diskriminasi dan kebencian yang meluas. Film yang diproduksi oleh Amazon MGM Studios, production house (PH) film James Bond ini tak hanya menyajikan ketegangan, tetapi juga menawarkan refleksi mendalam terhadap persoalan sosial dan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.

Baca Juga: Joko Anwar Beri Sinyal Ingin Buat Gim Horor

Poster Pengepungan di Bukit Duri. (Instagram/@jokoanwar)

Kisahnya bercerita tentang Edwin (Morgan Oey), seorang guru pengganti idealis yang ditugaskan mengajar di SMA Duri, sebuah sekolah yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para siswa bermasalah. Diam-diam Edwin membawa misi pribadi, yakni mencari keponakannya yang hilang, menepati janji kepada almarhum kakaknya.

Dalam suasana sekolah yang penuh kekerasan dan tekanan, para guru harus berjuang bukan hanya untuk mendidik, tetapi juga untuk bertahan hidup. Ketegangan memuncak saat Edwin berhasil menemukan keponakannya, namun pada saat yang sama, kerusuhan besar terjadi di luar sekolah.

Poster Pengepungan di Bukit Duri. (Instagram/@jokoanwar)

Bersama Bu Guru Diana (Hana Pitrashata Malasan), Edwin harus menghadapi para siswa brutal yang mulai mengincar nyawa mereka, hingga akhirnya mereka terkepung di dalam sekolah.

Baca Juga: Sinopsis 'Pengepungan di Bukit Duri', Film Joko Anwar Terbaru Sajikan Ketegangan Dibalik Kehidupan Sekolah

Lewat film ini, Joko Anwar menyentil berbagai isu sosial yang krusial di masyarakat, seperti diskriminasi, kekerasan di lingkungan pendidikan, serta ketimpangan dalam sistem sekolah.

Film ini menjadi bukti konsistensi Joko Anwar dalam menyajikan cerita-cerita yang tidak hanya memikat secara sinematik, tetapi juga mengajak penonton untuk merenung lebih dalam.