Soroti Inkonsistensi Kebijakan Energi, Yulian: Sudah 3 Periode Saya di DPR tapi UU Migas tak Pernah Selesai

Kebijakan energi mendapat sorotan tajam. Dinilai tidak konsisten dan cenderung bersifat coba-coba. Akibat inkonsistensi bukan saja membingungkan investor dan pelaku usaha tapi juga menimbulkan polemic di masyarakat.
“Dulu kita punya program BBM satu harga dari Sabang sampai Merauke. Itu sempat berhasil di masa Menteri Jonan, tapi tiba-tiba redup, hilang, dan diganti dengan kebijakan lain yang juga tidak berkelanjutan. Seolah-olah kita memanajemen negara dengan coba-coba,” ujar Yulian dalam RDP Komisi XII DPR dengan Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga, serta sejumlah perusahaan swasta, di Ruang Rapat Komisi XII, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025), dilansir laman DPR RI.
Menurut legislator Fraksi PDI-Perjuangan itu, akar masalah justru berada pada kelemahan regulasi. Sampai saat ini, Undang-Undang Migas yang menjadi fondasi hukum bagi kebijakan energi nasional belum kunjung dirampungkan.
“Sudah tiga periode saya di DPR, tapi Undang-Undang Migas tidak pernah selesai. Bagaimana kita bisa bikin aturan jelas kalau fondasinya saja tidak ada,” tegas Yulian.
Kebijakan hanya Bersandar pada Surat Edaran Menteri
Ia menilai, kebijakan yang selama ini diterbitkan hanya bersandar pada surat edaran menteri atau keputusan ad-hoc yang rentan berubah sewaktu-waktu. Hal ini membuat iklim investasi energi menjadi tidak pasti, dan pada akhirnya merugikan negara maupun masyarakat.
“Kalau acuannya jelas, semua pihak bisa bekerja dengan tenang. Swasta bisa investasi dengan kepastian hukum, Pertamina bisa menjalankan tugasnya dengan stabil, dan masyarakat bisa mendapat layanan energi tanpa resah dengan kebijakan yang berubah-ubah,” lanjut Legislator Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I.
Ia mengingatkan, kepastian regulasi bukan hanya soal investasi, tetapi juga soal keberlanjutan program energi nasional. Tanpa fondasi hukum yang kuat, setiap pergantian pejabat atau menteri berpotensi mengubah arah kebijakan.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan kapen atau edaran menteri. Negara ini butuh roadmap energi yang solid dan terikat hukum,” katanya.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah dan DPR segera menuntaskan pembahasan RUU Migas agar sektor energi memiliki payung hukum yang kuat dan jelas. “Kalau fondasi regulasi sudah ada, baru kita bisa bicara soal strategi dan program. Kalau tidak, kita hanya akan terus berputar pada polemik yang sama,” tutup Yulian.***