Sosok Guru Abdul Muis: 35 Tahun Mengabdi, Kini Dipecat Gegara Iuran Rp 20 Ribu
Menjelang delapan bulan masa pensiunnya, Abdul Muis, seorang guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, harus menerima kenyataan pahit.
Puluhan tahun pengabdiannya di dunia pendidikan berakhir dengan pemecatan dan hukuman penjara.
Baca Juga: Tidak Bawa Putri Candrawathi Visum jadi Penyesalan Ferdy Sambo
Pria berusia 59 tahun ini diberhentikan dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah Mahkamah Agung menjatuhkan putusan tetap atas dugaan pungutan liar yang dilakukannya pada tahun 2018.
Keputusan itu tertuang dalam putusan MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023, dan ditindaklanjuti melalui Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 800.1.6.4/4771/BKD.
Awal Masalah Dana Komite Sekolah
Baca Juga: Waspada Para Pengguna Jasa Joki! 3 "Penyakit" Ini akan Menghampiri
2 Guru di Luwu Utara dipecat jelang pensiun. [Instagram]
Kasus yang menjerat Abdul Muis bermula dari pengelolaan dana komite sekolah sebesar Rp20.000 per siswa.
Saat itu, ia menjabat sebagai bendahara Komite Sekolah SMAN 1 Luwu Utara.
Dana tersebut dikumpulkan untuk mendukung kegiatan belajar serta membantu guru honorer yang bekerja dengan penghasilan minim.
Namun, pada 2021, seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM menanyakan soal sumbangan tersebut dan melaporkannya ke pihak berwenang.
Tak lama setelah itu, Abdul Muis dipanggil polisi dan dijerat pasal pungutan liar.
Pengadilan memvonisnya satu tahun penjara dan denda Rp50 juta.
Setelah menjalani enam bulan lebih masa tahanan, Muis tetap kehilangan status ASN-nya dan nama baiknya tercoreng.
Pengabdian yang Berakhir Pilu
Selain Abdul Muis, Rasnal Mantan Kepsek juga dipecat jelang pensiun. [Instagram]
Abdul Muis dikenal sebagai sosok guru yang berdedikasi, kerap membantu guru honorer yang kekurangan biaya transportasi.
Ia juga turut menjaga agar kegiatan sekolah tetap berjalan meski menghadapi keterbatasan tenaga pendidik.
Namun, niat baiknya justru menjadi bumerang. Apa yang dianggapnya sebagai bentuk gotong royong antarwarga sekolah berubah menjadi persoalan hukum.
Kini, menjelang usia pensiun, Muis harus menanggung beban kehilangan pekerjaan dan reputasi yang telah ia bangun selama puluhan tahun.
Kisah Abdul Muis menjadi pelajaran pahit bagi dunia pendidikan tentang betapa tipisnya batas antara niat baik dan pelanggaran administratif yang bisa berujung pidana.