Tragis! Gadis 18 Tahun Ini Dibunuh Ayah dan Kakaknya Lantaran Berperilaku Kebarat-baratan
Sungguh sadis ayah tiga anak ini. Beralasan demi martabat keluarga ia tega membunuh putrinya, Ryan al Najjar yang berusia 18 tahun. Bukan hanya sang ayah---Khaled 52 tahun--- bahkan kedua kakak laki-lakinya, Mohamed, 23, dan Muhanad Al Najjar, 25, juga ikut serta dalam pembunuhan keji itu.
Kejadian ini terjadi di Belanda, negara di mana Khaled dan keluarganya mengungsi dari Suriah. Dikutip dari laman nohonor.org, Ryan al Najjar bersama orangtua dan saudara kandungnya melarikan diri dari Idlib, Suriah, ke Turki pada tahun 2012 karena perang. Mereka tinggal dua tahun di kamp pengungsi sebelum tiba di Belanda. Mereka diberi rumah di kota Joure di Frisia.
Mereka mengaku bahagia dengan kehidupan barunya di Belanda. Saat itu Ryan masih 11 tahun. Ia sekolah di Joure.
Baca Juga: Pembunuhan Ryan oleh Ayah dan Kakaknya: Ia Dibunuh Lantaran tak Berjilbab Saat Muncul di TikTok
Kasus ini pembunuhan berencana ini kini tengah disidangkan tanpa kehadiran Khaled, sang ayah. Kabarnya dia melarikan diri, entah pergi ke Turki atau kembali ke negaranya Suriah, tak lama setelah pembunuhan itu. Kabarnya, Khaled sudah sudah menikah lagi di Suriah.
Ryan Al Najjar berusaha melawan, namun apa daya, ketiga laki-laki-- ayah dan dua kakak laki-lakinya-- memiliki tenaga jauh lebih besar darinya. Mereka menyumpal mulutnya, mengikat tangannya ke belakang dan mengikat kakinya. Benar-benar membuat Ryan tidak bisa bergerak sedikit pun.
Setelah semua pekerjaan biadab itu selesai, ketiga pria sedarah yang harusnya menyayanginya, malah menenggelamkan tubuh gadis ini di rawa. Jasadnya baru ditemukan enam hari kemudian oleh pejalan kaki yang tak sengaja melihatnya.
Dalam persidangan, hanya dua terdakwa yang bisa dihardirkan, yakni, Mohamed dan Muhanad Al Najjar. Sedang Khaled, akan diadili secara in absentia.
Lalu kenapa ayah dan dua kakak laki-lakinya tega membunuh Ryan?
Kabarnya, perlakuan sadis ayahnya Khaled dan kedua kakaknya, lantaran Ryan dianggap berperilaku ke barat-baratan dan itu memalukan keluarga. Ia juga, konon, berpacaran dengan pria Belanda. Dan itu membuat keluarganya marah besar sehingga tega membunuhnya.
“Perilaku (Ryan) Baratnya mempermalukan keluarganya,” kata jaksa penuntut di Belanda.
Jasad Ryan al Najjar yang berusia 18 tahun ditemukan di air di Knardijk di Lelystad, 28 Mei 2024 [Foto: tangkap layar YouTube De Telegraaf]Tapi kedua kakak Ryan, menyangkal terlibat dalam pembunuhan adiknya.
Ryan dinyatakan hilang pada 22 Mei 2024. Seorang pejalan kaki menemukan jasadnya pada 28 Mei di Lelystad, sekitar 80 kilometer di timur laut Amsterdam.
Para penyidik kemudian menemukan DNA milik ayahnya di bawah kuku-kukunya, yang menunjukkan bahwa ia telah melawan. DNA kakaknya, konon, ditemukan pada casing ponselnya.
Jaksa Belanda mengatakan Ryan dibunuh karena ia memiliki pacar, berperilaku dengan cara yang dianggap keluarganya 'Barat', dan telah 'mempermalukan' mereka. Kejaksaan Umum secara resmi menetapkan pembunuhannya sebagai kejahatan demi kehormatan.
Persidangan Pembunuhan
Persidangannya kasus ini dimulai kemarin. Keduanya bersikeras bahwa mereka tidak terlibat dan mengatakan bahwa ayah mereka sendiri yang melakukan pembunuhan itu.
Khaled diduga mengirim dua surel ke surat kabar Belanda De Telegraaf yang mengklaim bertanggung jawab dan mengatakan bahwa putra-putranya tidak bersalah. Namun, jaksa menolak klaim tersebut.
Mereka berpendapat bahwa sang ayah memerintahkan putra-putranya untuk menjemput Ryan, mengantarnya ke lokasi terpencil, dan melemparkannya ke dalam air dalam keadaan disumpal dan tubuh diberi beban.
Ilustrasi-- Sidang pembunuhan Ryan al Najjar dengan dua terdakwa kakay Ryan, Mohamed, 23, dan Muhanad Al Najjar, 25 [Foto: AI]Jaksa penuntut mengatakan kedua bersaudara itu melaksanakan rencana tersebut meskipun tahu bahwa Ryan akan meninggal.
Sebenarnya, sebelum kematiannya, Ryan telah melaporkan masalah kekerasan yang dialaminya kepada polisi. Ia juga mengungkapkan pada polisi ketakutannya akan dipaksa menikah. Polisi pun memberi perlindungan padanya. Namun, entah bagaimana, kemudian perjanjian perlindungan polisi itu dicabut sebelum kematiannya.
Malangnya, apa yang ditakutkan Ryan terjadi. Dia bukan hanya dianiaya tapi juga dibunuh beramai-ramai oleh ayah dan kakaknya.
Ryan sebelumnya telah melaporkan kekerasan dan mengungkapkan ketakutannya akan dipaksa menikah. Meskipun sebelumnya telah mendapatkan perlindungan polisi, akta tersebut telah dicabut sebelum kematiannya. Kedua bersaudara Ryan ditangkap tak lama setelah jenazahnya ditemukan dan tetap ditahan sejak saat itu.
Pernyataan Kementerian Kehakiman dan Keamanan Belanda Dibantah
Kementerian Kehakiman dan Keamanan Belanda mengatakan kepada program berita terkini Belanda, Nieuwsuur, Belanda saat ini tidak memiliki cara untuk menjamin kepulangannya.
"Kemungkinan kerja sama kriminal dengan Suriah saat ini tidak tersedia," kata Kementerian tersebut. "Otoritas peradilan pidana yang diperlukan untuk kerja sama ini belum beroperasi di Suriah."
Ilustrasi [Foto: KATRIN BOLOVTSOVA, pexels.com]Tapi hal itu dibantah pihak Kementerian Kehakiman Suriah. Menteri Mazhar al-Wais mengatakan sistem telah dibangun kembali dan berfungsi. "Mungkin itu yang terjadi pada awalnya ketika rezim baru saja jatuh. Sekarang sistem peradilan Suriah telah sepenuhnya pulih," ujarnya.
Ia mengatakan negaranya "siap", seraya menambahkan bahwa Suriah telah menerima tiga permintaan bantuan hukum dari negara-negara Eropa. "Kami akan memberikan bantuan hukum yang diperlukan sesuai dengan ketentuan."
Menteri Suriah juga mengatakan bahwa pemerintahnya tidak pernah menerima permintaan dari Belanda terkait kasus ini.
Pengacara kedua bersaudara itu sebelumnya telah meminta agar mereka dibebaskan dari tahanan praperadilan. Namun hakim memutuskan bahwa mereka harus ditahan di balik jeruji besi hingga persidangan mereka.
Diperkirakan bahwa polisi di Belanda memberikan perlindungan yang ketat kepada setidaknya dua perempuan per tahun yang berisiko menjadi korban pembunuhan demi kehormatan.
Sumber: Daily Mail, sumber lain