Trump Ingin Bantuan China Akhiri Konflik Rusia-Ukraina, Apakah China Mau?
Setelah menangani konflik Israel-Hamas, Presiden Donald Trump berharap bisa menghentikan Rusia yang terus menerus menggempur Ukraina. Tapi sepertinya dia salah. Bahkan sebaliknya, Trump bolak-balik kena ‘PHP’. Di hadapan Trump, Putin seolah terlihat ingin perdamaian tapi nyatanya tidak. ‘Fakta’ menyakitkan itu membuat Trump akhirnya membatalkan pertemuan dengan Presiden Rusia itu.
Trump frustasi. Akhirnya memberi ‘sanksi’ berat pada Rusia. Juga mengancam negara lain yang masih berbisnis minyak, dll, dengan Rusia akan mendapat kenaikan tariff. Untuk Rusia, sanksi AS mungkin berdampak, tapi tidak cukup untuk menghentikan negara itu menyerang Ukraina. Tidak cukup untuk membawa Putin ke meja perundingan damai.
Tapi Trump belum menyerah. Dia melihat masih ada ‘celah’ yaitu lewat China, Presiden Xi Jinping. Trump menginginkan 'bantuan' China untuk menghadapi Rusia di masa perang. Akankah ia mendapatkannya?
Baca Juga: Gabung Militer Rusia Perang di Ukraina, Bagaimana Status WNI Satria Arta Kumbara Eks Marinir?
Menjelang pertemuan puncak Trump-Xi, para pengamat mengatakan Tiongkok dapat membantu mengakhiri konflik Ukraina dengan cepat, tetapi beberapa faktor menghalangi tercapainya terobosan perdamaian, dilansir Al Jazeera.
Rusia-Ukraina Bergantung pada China
Baik Rusia maupun Ukraina bergantung pada komponen buatan Tiongkok untuk drone, sistem pengacau, dan kabel serat optik yang terpasang pada drone agar kebal terhadap pengacauan.
Baca Juga: Cerita Pekerja Tiongkok Dijadikan 'Tentara' oleh Rusia Diiming-imingi Gaji Rp57 Juta Per Bulan
Jika Beijing ingin mengakhiri perang Rusia-Ukraina, mereka dapat melakukannya dengan cepat dan mandiri dengan melarang impor, menurut salah satu pelopor perang drone di Ukraina. "Hampir setiap komponen dibuat di Tiongkok," ujar Andrey Pronin, yang mengelola sekolah drone di Kyiv, kepada Al Jazeera. "Tiongkok dapat memotong pihak mereka – atau pihak kita."
Beijing memasok Moskow dengan empat perlima drone, chip elektronik, dan barang-barang serbaguna lainnya yang berakhir di garis depan, menjaga mesin perang Rusia tetap berjalan, menurut intelijen Ukraina.
Ukraina sedang berusaha mengurangi ketergantungannya pada drone Tiongkok di tengah pembatasan ekspor oleh Beijing, tetapi drone tersebut masih menyumbang 97 persen komponen yang sangat besar, menurut Foundation for Defense of Democracies, sebuah lembaga kajian di Washington, DC.
Pertemuan Puncak Trum-Xi Jinping Kamis Ini
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berharap pertemuan puncak hari Kamis dengan mitranya dari China, Xi Jinping, dapat mengubah hal tersebut.
"Saya ingin Tiongkok membantu kami terkait Rusia," kata Trump pada 24 Oktober, dua hari setelah membatalkan perundingannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan menjatuhkan sanksi kepada dua perusahaan minyak Rusia.
Presiden Trump mengatakan ingin China membantu terkait Rusia [Foto: Instagram]
Trump dijadwalkan bertemu dengan Xi di Seoul, Korea Selatan, di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik. Pertemuan terakhir mereka diadakan pada tahun 2019, di Osaka, Jepang.
Zelenskyy berharap pertemuan tersebut akan 'membantu kita semua'
Beijing, yang mengklaim secara resmi netral terkait perang, menyangkal keterlibatan langsung dalam konflik Rusia-Ukraina. Namun, Beijing berperan sebagai pendukung politik dan ekonomi utama Moskow. Di tengah upaya Beijing untuk "mengembalikan" Taiwan ke pangkuannya, para pengamat memahami bahwa Moskow berbagi informasi dengan militer Tiongkok tentang penggunaan drone, kerentanan persenjataan yang dipasok Barat, dan manajemen pasukan udara.
Sementara itu, di tengah meningkatnya sanksi Barat, Beijing membeli minyak, gas, dan bahan baku dengan harga diskon, membayar Moskow puluhan miliar dolar per tahun. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Bersuara
Itulah titik lemah yang ingin disinggung oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy agar Trump bahas dalam perundingan dengan Xi.
Presiden Ukraina Zalenskyy sangat berharap pada pertemuan Trump-Xi Jinping, Kamis (30/10/2025) ini [Foto: Instagram Zalenskyy]
Jika Trump berhasil "menemukan kesepahaman dengan Tiongkok tentang pengurangan ekspor energi Rusia", ujarnya pada hari Senin, "saya pikir itu akan membantu kita semua."
Namun, sanksi terbaru Trump terhadap Rusia yang dijatuhkan kepada raksasa minyak milik negara Rosneft dan perusahaan swasta Lukoil secara tidak sengaja dapat memperkuat Beijing.
Kedua perusahaan tersebut akan dipaksa untuk menjual anak perusahaan mereka di luar negeri dan
mengurangi peran mereka dalam proyek-proyek internasional – khususnya, di Asia Tengah bekas Uni Soviet dan beberapa negara Afrika, di mana peran mereka mungkin akan digantikan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok.
Peran China dalam Mengakhiri Perang Rusia-Ukraina Sangat Krusial
Menurut Volodymyr Fesenko, kepala lembaga kajian Penta yang berbasis di Kyiv, peran Xi dalam mengakhiri perang sangatlah krusial. “Tanpa dukungan finansial, tanpa kerja sama ekonomi dengan Tiongkok, Rusia tidak dapat melanjutkan perang,” ujarnya. “Tiongkok adalah sumber daya ekonomi utama Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin [Foto: Instagram valdimir putin]
“Seandainya [Beijing] ingin mengakhiri perang ini, mereka akan mencapainya dengan sangat cepat,” tambahnya. “Sikap keras Tiongkok dalam perundingan tertutup dan non-publik dengan Putin sudah cukup.”
Namun, Beijing "tidak memiliki kecenderungan atau minat untuk memberikan hadiah kepada Trump", kata Fesenko.
Selama masa kepresidenan pertamanya, hubungan dengan Beijing memburuk karena Gedung Putih berusaha mengekang pengaruh global Tiongkok yang semakin besar dan aksesnya ke teknologi Barat.
Tiongkok dan AS telah memberlakukan tarif atas ekspor bersama karena Beijing mengancam akan menghentikan perdagangan mineral penting, dan Washington berjanji untuk mengekang transfer teknologi. Perang Rusia-Ukraina kemungkinan besar tidak akan mendominasi KTT, karena Trump dan Xi memiliki masalah yang lebih besar karena negara mereka kini menghadapi perang dagang.
‘Membekukan perang’
Pada saat yang sama, Beijing telah meningkatkan pengaruh ekonominya di Eropa Timur, bekas wilayah Moskow, dengan berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur baru. “Eskalasi perang, penyebarannya ke Eropa, adalah sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan Tiongkok,” kata Fesenko.
Namun, Washington dan Beijing mungkin ingin menjaga perang tetap membara atau membeku tanpa membiarkan Moskow atau Kyiv meraih kemenangan yang menentukan, menurut analis yang berbasis di Kyiv, Igar.Tyshkevych.
Washington tidak akan diuntungkan dari "kemenangan gemilang" Rusia karena Kremlin niscaya akan berusaha menjadi "pemimpin global ketiga", ujarnya.
Namun, baik Beijing maupun Washington tidak akan diuntungkan dari kekalahan Rusia sepenuhnya, karena Tiongkok khawatir akan destabilisasi di dekat perbatasan utara dan barat lautnya. "Washington aktif dalam upaya pembekuan perang," kata Tyshkevych. "Saya tidak akan terkejut jika Beijing akan aktif ke arah yang sama."
Sumber: Al Jazeera, sumber lain