Ups...Popularitas WhatsApp Mulai Dibayangi Telegram, Ternyata Ini Penyebabnya
Teknologi

Popularitas WhatsApp sejak beberapa tahun belakangan mulai dibayangi oleh keberadaan aplikasi Telegram.
Sejak beberapa tahun belakangan, Telegram semakin diserbu pengguna. Bahkan, Telegram berpotensi terus mengejar jumlah pengguna WhatsApp yang dianggap sebagai aplikasi sejuta umat itu.
Tercatat jumlah pengguna Telegram sudah di angka lebih dari 950 juta pengguna aktif hingga Juli 2024. Sementara WhatsApp hingga akhir 2023 memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif.
Baca Juga: WhatsApp Kini Bisa Pindai Dokumen dan PDF, Baru Tahu? Begini Caranya
Tak menutup kemungkinan Telegram bisa saja menyalip jumlah pengguna WhatsApp di dunia.
Alasan banyak pengguna menggunakan Telegram karena dianggap sebagai platform netral yang tidak terlibat dalam konflik geopolitik.
Hal ini juga yang menjadi daya tarik platform tersebut untuk digunakan lebih banyak orang di seluruh dunia.
Baca Juga: Mengintip Kecanggihan WhatsApp Pay, Kirim Uang Semudah Kirim Pesan
Telegram sendiri merupakan perusahaan berbasis Dubai yang didirikan pengusaha asal Rusia, Pavel Durov.
Pada 2014 lalu, Durov meninggalkan Rusia lantaran menolak tuntutan untuk memblokir suara komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya kala itu. Ia lalu menjual VK dan mendirikan Telegram.
"Pengguna aktif bulanan kami akan tembus 1 miliar pada tahun ini," kata Durov.
"Telegram telah menyebar luas seperti kebakaran hutan," sambungnya.
Purov mengatakan dirinya telah menerima tekanan dari beberapa negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.
Laporan Financial Times pada Maret lalu mengatakan Telegram bisa jadi akan melantai di bursa AS setelah perusahaan meraup keuntungan.
Telegram masuk dalam jajaran platform internet populer, bersanding dengan Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.
Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut.
Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.
"Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun," ujarnya.
Menurut Pavel, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.
Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.
Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan berpendapat dan berekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah.
Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.
"Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda," kata dia.
Durov memilih berdomisili di Dubai karena menurutnya Uni Arab Emirat adalah negara netral yang ingin berteman dengan siapa saja dan tak berafiliasi dengan pemerintahan superpower. Ia merasa aman menjalankan perusahaan netral di negara tersebut.
Bahkan Kini Telegram juga telah menjadi platform yang menguntungkan dan menghasilkan uang setelah 13 tahun. ***